"Jadi lengkap dua arah. Rocky Gerung melawan dengan cara Civil Society. Saya melawan berbasis Hak-Hak Kebebasan Informasi Warga Negara," jelas Effendi.
Dia juga menambahkan gembira dengan pemerintahan Jokowi yang menjamin KIP dapat bekerja dengan independen. Effendi menyatakan: "Saya sudah memenangkan 2 kali perkara di KIP. Yang pertama, saya minta seluruh Data Bansos dibuka oleh Kementerian Sosial. Dan sudah diputuskan demikian dalam Sidang Mediasi tahun lalu. Jadi data Siapa Vendor Bansos itu dan Berapa Kuotanya bukanlah data yang dikecualikan. Yang diselidiki KPK adalah siapa yang menyuap untuk mendapatkan kuota bansos."
Emrus Sihombing, Komunikolog Indonesia juga menyambut optimis hasil sidang sengketa informasi KIP ini.
"Jadi sekarang mereka yang merasa atau terkesan terintimidasi di manapun oleh sengketa tanah di Indonesia, dapat maju meminta informasi publik di Kantor Pertanahan setempat. Jangan sampai benar terjadi isu buruk bahwa pihak tertentu bisa mengembangkan SHGB-nya dan bisa melakukan pengukuran sendiri. Lalu menggeser hak orang lain," jelasnya.
Suko Widodo, komunikolog Universitas Airlangga menekankan sisi lainnya.
"Walaupun termohon Kantor Pertanahan bisa mengajukan banding, namun ini kemunduran bagi Kementerian Agraria dan Tata Ruang/BPN. Kementeriannya dianggap tidak paham mengenai Hak-Hak Kebebasan Informasi Publik. Padahal banyak terobosan positif sudah dilakukan Pak Hadi Tjahjanto," ungkap Suko Widodo, Ph.D. dari Surabaya.
Effendi Gazali sendiri berniat melakukan konsolidasi kembali dengan Rocky Gerung dan YLBHI agar warga Sentul dan warga negara lain di manapun tidak perlu takut meminta informasi publik terkait tanah milik mereka yang sedang dirasakan masuk dalam pengukuran pihak lain secara tidak jelas.(chm)
Load more