Jakarta, tvOnenews.com - Saat ini, media sosial tengah dihebohkan dengan kabar adanya oknum perusahaan yang mensyaratkan karyawati/pekerja perempuan untuk staycation (menginap di hotel) bersama atasan jika ingin kontrak kerja mereka diperpanjang.
Berdasarkan cuitan salah satu akun twitter yang pertama mengunggah pemberitaan ini, lokasi perusahaan disebut-sebut berada di area Cikarang. Menanggapi isu yang viral ini, Menteri PPPA menuturkan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) tengah berkoordinasi dengan Kementerian Ketenagakerjaan RI dan Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Kabupaten Bekasi dalam menangani dan menelusuri kebenaran kasus ini.
Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), Bintang Puspayoga mengecam dan mengutuk tindakan tidak terpuji yang dilakukan oleh oknum perusahaan yang mensyaratkan pekerja perempuan/karyawati staycation (menginap di hotel) bersama atasan demi perpanjangan kontrak kerja. Menteri PPPA menegaskan setiap pekerja perempuan di Indonesia berhak untuk dilindungi dari segala bentuk diskriminasi dan kekerasan dalam ketenagakerjaan.
“Ini merupakan bentuk pelecehan terhadap perempuan yang sangat merendahkan harkat dan martabat manusia serta bertentangan dengan upaya menciptakan ruang kerja yang ramah bagi perempuan dan mewujudkan lingkungan tanpa kekerasan seksual. Saat ini, kami masih terus berkoordinasi dengan pihak daerah untuk mengetahui kebenaran dari pemberitaan yang viral ini. Tentu dalam kesempatan ini, kembali saya mengingatkan kepada para pekerja perempuan untuk segera melaporkan jika melihat, mendengar, ataupun mengalami kekerasan seksual. Segera laporkan kepada Layanan SAPA 129 atau posko aduan serikat pekerja di perusahaan masing-masing,” ujar Menteri PPPA, dalam keterangan tertulis,Sabtu (6/5/2023).
Pemerintah telah memiliki Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 Tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS) yang tidak memberikan toleransi kepada para pelaku kekerasan seksual dan akan menindak tegas bagi para pelakunya serta Permen PPPA Nomor 1 Tahun 2020 tentang Penyediaan Rumah Perlindungan Pekerja Perempuan (RP3) di Tempat Kerja, dimana setiap pekerja perempuan berhak mendapatkan perlindungan dari masalah ketenagakerjaan, diskriminasi, kekerasan, dan pelanggaran hak asasi manusia. Saat ini, RP3 sudah ada di enam titik di Indonesia, diantaranya Cakung, Bintan, Cilegon, Pasuruan, dan Musi Banyuasin. Kedua aturan ini memperkuat upaya perlindungan terhadap perempuan yang rentan mengalami kekerasan dan diskriminasi.
Menteri PPPA mengungkapkan pembentukan RP3 oleh Kemen PPPA ini tidak hanya untuk merespon kekerasan yang telah dialami oleh pekerja perempuan, melainkan juga sebagai bentuk pencegahan terjadinya kekerasan. KemenPPPA juga telah menerbitkan beberapa peraturan terkait pencegahan dan penanganan kekerasan seksual di tempat kerja.
“Peraturan yang sudah ada tersebut dapat dijadikan rujukan oleh setiap Kementerian/Lembaga maupun Pemerintah Daerah untuk mengembangkan kebijakan yang resposif gender dalam memberikan pemenuhan kebutuhan spesifik perempuan dan anak serta perlindungan kepada pekerja perempuan di tempat kerja. Jangan sampai terjadi pembiaran dan terjadi kasus berulang, baik dalam satu perusahaan yang sekarang sedang bermasalah tetapi juga menjadi early warning system bagi perusahaan maupun tempat kerja lainnya. Zona kerja yang aman dan bebas dari kekerasan serta pelecehan seksual harus kita wujudkan sebagai bentuk dan komitmen pemerintah dalam memberikan perlindungan kepada perempuan. Kami pun secara tegas menolak dan memerangi segala bentuk kekerasan dan diskriminasi terhadap pekerja perempuan,” ujar Menteri PPPA.
KemenPPPA juga mengapresiasi gerak dan respon cepat dari Kemnaker dan Pemerintah Daerah, baik Provinsi Jawa Barat dan Kabupaten Bekasi dengan membentuk tim investigasi di lapangan untuk menelusuri data dan meng-update informasi. Terkait dengan masalah ini, KemenPPPA akan terus berkoordinasi dengan Kementerian Ketenagakerjaan, Pemerintah Provinsi Jawa Barat, dan Pemerintah Kabupaten Bekasi dalam penanganan kasus ini, serta memaksimalisasi fungsi UPTD PPA, baik di Kabupaten maupun Provinsi.
Sementara itu, Partai Buruh mengecam keras perilaku atasan yang bertindak sewenang-wenang dengan memanfaatkan kelemahan buruh kontrak yang membutuhkan pekerjaan. Selain sebagai sebuah kejahatan, perilaku tersebut merupakan penghinaan bagi anak bangsa khususnya kaum perempuan.
“Partai Buruh dan organisasi serikat buruh mengecam keras praktik asusila seperti ini,” tegas Presiden Partai Buruh Said Iqbal.
Kemudian dia menambahkan, bahwa platform Partai Buruh salah satunya adalah berkaitan dengan pemberdayaan perempuan.
“Tentunya kami siap memberikan bantuan perlindungan dan pendampingan hukum bagi para korban untuk mendapatkan keadilan,” ujar Said Iqbal. Partai Buruh juga mendesak kepada aparat dan pihak terkait untuk mengusut kasus yang sudah viral dan meresahkan tersebut.
Oleh karena itu, Said Iqbal mendorong korban untuk berani bicara agar praktik seperti ini bisa dihentikan dan pelakunya mendapatkan sanksi yang setimpal. Mengungkap praktik buruk dalam hubungan industrial juga membantu memperkuat kesadaran publik dan mempercepat perubahan sosial untuk mencegah terjadinya pelecehan seksual di masa depan.
"Saya sudah minta FSPMI dan Posko Orange di Kabupaten Bekasi untuk mencari menemukan korban. Kami akan membela, kalau itu benar, kita geruduk sekalian perusahaannya," kata Said Iqbal.
Masih banyak buruh perempuan yang belum berani untuk melaporkan tingkah laku atasan, termasuk perbuatan asusila. Sebagian dari mereka merasa malu jika melaporkan kejadian itu, karena dianggap aib. Ada juga yang takut kehilangan matapencaharian atau pekerjaannya, belum lagi aduan tersebut juga justru bisa menjadi bumerang bagi buruh itu sendiri karena dianggap mencemarkan nama baik.
Partai Buruh dan Organisasi Serikat Buruh menegaskan akan berdiri di pihak korban dan mendesak pihak perusahaan serta pemerintah untuk bertanggungjawab. Sehingga tidak ada lagi buruh, khususnya buruh perempuan yang menjadi korban.
Said Iqbal menjelaskan, persoalan tersebut erat kaitannya dengan sistem kerja kontrak. Terlebih situasinya semakin memburuk sejak disahkannya omnibus law UU Cipta Kerja yang tidak lagi membatasi periode kontrak, sehingga buruh bisa dikontrak berulangkali.
“Akibatnya, buruh yang dalam posisi lemah karena khawatir tidak diperpanjang lagi kontraknya dalam posisi tidak berdaya ketika diminta staycation,” kata Said Iqbal. (ebs)
Load more