Jakarta, tvOnenews.com - Setelah PBNU dan sejumlah Rumah Sakit menentang Rancangan Undang-Undang Kesehatan Omnibus Law, 5 organisasi kesehatan juga turut menolak pembahasan RUU Kesehatan tersebut.
Kelima Organiasi yang terdiri dari Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI), Ikatan Bidan Indonesia (IBI), Persatuan Dokter Gigi Indonesia (PDGI), dan Ikatan Apoteker Indonesia (IAI), menggelar unjuk rasa hari ini Senin (8/5/2023).
Aksi turun kejalan yang dilakukan kelima organisasi kesehatan tersebut dipicu oleh rasa keprihatinan mereka atas lemahnya pelayanan kesehatan jika RUU ini disahkan, karena dalam draf RUU Kesehatan tersebut menghapus anggaran 10 persen kesehatan.
"Kita sangat tidak setuju dengan tim pemerintah yang menghapuskan anggaran 10 persen yang sudah dibuat dalam draft RUU," ucap juru bicara IDI, Dokter Beni Satria.
Selain itu, jika RUU Kesehatan disahkan juga akan berdampak pada pelayanan kesehatan di masyarakat.
"Bahwa ada hal hal yang akan mencederai hak-hak masyarakat atas pelayanan kesehatan: bahwa hak pelayanan kesehatan sudah di atur dalam undang-undang," Ungkap Juru Bicara IDI, Dokter Beni Satria
Demontrasi Tenaga Kesehatan
Polemik Pasal Perlindungan Hukum
Dokter Beni Menambahkan, penolakan terhadap RUU Kesahatan juga dipicu karena adanya pasal yang akan mengkriminalisasi tenaga kesehatan, terutama terkait kesembuhan pasien.
"Kesembuhan pasien tanggung jawab bersama, bukan tanggung jawab dokter, sarana dan prasarana juga harus ada, pemeriksaan alkes dari laboratorium harus sesuai standard, dan dokter tidak mungkin mengobati, mendiagnosa suatu penyakit tanpa didukung alat-alat penunjang yang baik, seperti rontgen, usg kemudian laboratorium, tidak bisa dokter bukan berpraktek," tuturnya.
Sementara itu, menyikapai anggapan pasal kriminalisasi yang akan terjadi pada tenaga kesehatan, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) dalam keterangan tertulisnya Senin (24/4/2023), mengatakan soal tambahan pasal yang akan memberi perlindungan hukum untuk dokter, perawat, bidan dan tenaga kesehatan lainnya dalam RUU Kesehatan.
"Dalam undang-undang yang berlaku saat ini memang perlindungan hukum untuk dokter, perawat, bidan dan tenaga kesehatan lainnya masih belum maksimal. Untuk itu, dalam RUU ini akan kita usulkan untuk ditambah," ujar juru bicara Kemenkes Mohammad Syahril.
Dengan penambahan pasal, lanjutnya, anggapan jika RUU Kesehatan akan menghilangkan perlindungan terhadap tenaga kesehatan tidaklah benar, justru pasal tambahan yang akan dimasukan akan mengantisipasi adanya sengketa hukum
"Jadi tidak benar informasi yang beredar kalau RUU menghilangkan perlindungan. Kita justru menambah," katanya.
Pasal tambahan nantinya akan mengatur sidang etik dalam perkara yang menyangkut para tenaga kesehatan tersebut. Bahkan, pasal tambahan yang akan masuk di RUU Kesehatan tersebut akan memberi perlindungan hukum terhadap tenaga kesehatan, salah satunya Penyelesaian Sengketa di luar Pengadilan yang tertuang dalam pasal 322 ayat 4 DIM pemerintah.
"Pasal ini mengatur tenaga Medis atau Tenaga Kesehatan yang telah melaksanakan sanksi disiplin yang dijatuhkan terdapat dugaan tindak pidana, aparat penegak hukum wajib mengutamakan penyelesaian perselisihan dengan mekanisme keadilan restoratif," ujar Syahril.
Sementara pasal 208E ayat 1 huruf a DIM pemerintah, mengatur perlindungan peserta didik yang memberikan pelayanan kesehatan berhak mendapat bantuan hukum.
Pasal tambahan lainya yakni pasal 282 ayat 2 DIM pemerintah yang mengatur Tenaga Medis dan Tenaga Kesehatan dapat menghentikan pelayanan kesehatan apabila memperoleh perlakuan yang tidak sesuai dengan harkat dan martabat manusia, moral, kesusilaan, serta nilai-nilai sosial budaya, termasuk tindakan kekerasan, pelecehan, dan perundungan.
Kemudian, peserta didik yang memberikan pelayanan kesehatan mendapat perlindungan dari kekerasan fisik, mental, dan perundungan yang tertuang dalam Pasal 208E ayat 1 huruf d DIM pemerintah.
Pasal selanjutnya yakni pasal 408 ayat 1 DIM pemerintah, Pasal tersebut menyatakan jika Tenaga Medis dan Tenaga Kesehatan yang melaksanakan upaya Penanggulangan KLB dan Wabah berhak atas pelindungan hukum dan keamanan serta jaminan kesehatan dalam melaksanakan tugasnya.
"Dan tertuang dalam pasal 448B DIM pemerintah, di mana Tenaga Medis atau Tenaga Kesehatan yang melakukan aborsi karena indikasi kedaruratan medis atau terhadap korban tindak pidana perkosaan atau tindak pidana kekerasan seksual lain yang menyebabkan kehamilan tidak dipidana," ujar Syahril. (mii)
Load more