Selain itu, Prof. Sri Rezeki mengetahui bahwa ITAGI tahu perihal adanya Putusan MA tentang kewajiban pemerintah menjamin kehalalan vaksin.
“Sayangnya hal itu tetap diacuhkan dan tidak dianggap,” tambah Irawan lagi.
Persidangan PTUN tersebut menunjukkan peranan besar ITAGI dalam memberi rekomendasi jenis-jenis vaksin kepada Kemenkes. Dalam kesaksiannya, Sri mengungkapkan bahwa ITAGI memiliki hubungan dengan ITAGI regional se-Asia Tenggara dan merujuk pada hasil penelitian SAGE yang berada di bawah WHO, badan organisasi Kesehatan dunia. “Ini jelas menunjukkan bahwa pihak Kemenkes belum merujuk sepenuhnya dalam mematuhi Putusan MA yang mewajibkan adanya garansi vaksin halal bagi umat Islam Indonesia,” tegas Irawan lagi.
ITAGI sendiri sejatinya kumpulan Komite Penasehat Ahli Imuninasi Nasional yang dibentuk berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Nomor: 01.07/Menkes/384/2019 tanggal 16 Juli 2019 tentang Komite Ahli Imunisasi Nasional. Lembaga inilah yang sering jadi rujukan Kemenkes dalam penentuan jenis vaksin yang dipergunakan di Indonesia.
“Harusnya Kemenkes lebih jeli dalam menentukan jenis vaksin dan harus patuh pada Putusan MA,” tukas pengacara asal Medan itu lagi. (ebs)
Load more