Kata Srimiguna, BY juga telah mengaku memaksa korban tetap melakukan hubungan seksual meskipun sudah terjadi pendarahan. Adapun pendarahan itu juga dilihat langsung oleh BY.
Tak hanya itu, BY juga beberapa kali melakukan kekerasan fisik kepada korban seperti menonjok, mencekik, hingga menginjak-injak tubuh korban yang sedang hamil.
"Selama berumah tangga kurun waktu 2022, BY kerap melakukan dugaan KDRT diantaranya dengan menonjok berkali-kali ke tubuh korban dengan tangan kosong, menampar pipi dan bibir, menggigit tangan, mencekik leher, membanting, dan menginjak-injak tubuh korban yang sedang hamil,” jelasnya.
“Akibat perbuatan itu, korban mengalami pendarahan. Bahkan BY pernah melakukan KDRT dengan memukul korban menggunakan kursi hingga babak belur. Dan membekap wajah korban dengan bantal hingga Korban kesulitan bernafas," tutur dia.
Srimiguna mengatakan setelah melakukan KDRT, BY seringkali merayu, memohon dan meminta maaf kepada korban. BY beberapa kali juga melakukan upaya agar korban tidak melaporkan perbuatannya kepada polisi dan Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) DPR RI. Namun, korban tetap melaporkan BY ke polisi dan ke MKD.
"Korban kemudian melakukan permohonan Perlindungan kepada Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK), pada Desember 2022 dan sejak Januari 2023 setelah dilakukan serangkaian prosedur oleh LPSK korban resmi menjadi terlindung LPSK pada Januari 2023, dengan perlindungan fisik melekat (Pamwalkat) dan pendampingan pemulihan psikis oleh psikolog LPSK," jelas Srimiguna.
Penyelidikan Kasus Tak Kunjung Selesai Nyaris 7 Bulan
Load more