Jakarta, tvOnenews.com - Anggota DPR RI inisial BY diduga melakukan kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) terhadap istri keduanya berinisial M (30). Peristiwa ini telah terjadi selama 2022 dan berakhir pada November 2022.
Kuasa hukum korban, Srimiguna, mengungkapkan pelaku adalah anggota DPR Fraksi PKS bernama Bukhori Yusuf. Diketahui, Bukhori saat ini aktif menjadi anggota Komisi VIII DPR.
Dia menjelaskan BY yang sudah memiliki istri itu sebelumnya mengejar-ngejar korban, menyatakan cinta, hingga merayu korban untuk menikah. Awalnya, korban menolak BY dan berusaha menghindar. Namun, BY terus merayu korban dengan berbagai cara agar korban mau menjadi istri keduanya.
Korban akhirnya menerima BY untuk menjadi istri keduanya. Namun, pernikahan itu tak semulus yang dibayangkan. BY diduga melakukan KDRT secara berulang kepada korban.
“Posisi korban seorang diri, sementara BY diduga melakukan kekerasan dengan diketahui istri pertamanya Ibu RKD dan anak-anaknya di antaranya FH. Padahal pernikahan BY yang kedua ini juga diketahui oleh istri pertama yang telah menerima suaminya menikah dengan korban," kata Srimiguna dalam keterangan resmi, dikutip Senin (22/5/2023).
Atas peristiwa itu, korban kemudian langsung membuat laporan ke Polrestabes Kota Bandung pada November 2022. Srimiguna menyebut korban mengalami kekerasan fisik, kekerasan seksual, dan kekerasan fisik.
Menurutnya, BY sering menghina fisik dan membandingkan korban dengan perempuan lain. Korban juga kerap dipaksa melakukan hubungan seksual tidak wajar sampai korban kesakitan dan mengalami pendarahan.
Kata Srimiguna, BY juga telah mengaku memaksa korban tetap melakukan hubungan seksual meskipun sudah terjadi pendarahan. Adapun pendarahan itu juga dilihat langsung oleh BY.
Tak hanya itu, BY juga beberapa kali melakukan kekerasan fisik kepada korban seperti menonjok, mencekik, hingga menginjak-injak tubuh korban yang sedang hamil.
"Selama berumah tangga kurun waktu 2022, BY kerap melakukan dugaan KDRT diantaranya dengan menonjok berkali-kali ke tubuh korban dengan tangan kosong, menampar pipi dan bibir, menggigit tangan, mencekik leher, membanting, dan menginjak-injak tubuh korban yang sedang hamil,” jelasnya.
“Akibat perbuatan itu, korban mengalami pendarahan. Bahkan BY pernah melakukan KDRT dengan memukul korban menggunakan kursi hingga babak belur. Dan membekap wajah korban dengan bantal hingga Korban kesulitan bernafas," tutur dia.
Srimiguna mengatakan setelah melakukan KDRT, BY seringkali merayu, memohon dan meminta maaf kepada korban. BY beberapa kali juga melakukan upaya agar korban tidak melaporkan perbuatannya kepada polisi dan Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) DPR RI. Namun, korban tetap melaporkan BY ke polisi dan ke MKD.
"Korban kemudian melakukan permohonan Perlindungan kepada Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK), pada Desember 2022 dan sejak Januari 2023 setelah dilakukan serangkaian prosedur oleh LPSK korban resmi menjadi terlindung LPSK pada Januari 2023, dengan perlindungan fisik melekat (Pamwalkat) dan pendampingan pemulihan psikis oleh psikolog LPSK," jelas Srimiguna.
Penyelidikan Kasus Tak Kunjung Selesai Nyaris 7 Bulan
Srimiguna menambahkan sejak korban melayangkan laporan ke Polrestabes Kota Bandung, Jawa Barat, pada November 2022, proses penyelidikan belum juga selesai selama nyaris 7 bulan lamanya.
Kemudian, pada 9 Mei 2023 proses pengelidikan itu sudah naik dan dilimpahkan ke Bareskrim Mabes Polri, Jakarta.
Pihaknya berharap BY segera ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus ini. Sebab alat bukti permulaan dianggap sudah cukup, mulai dari Visum et Repertum, Rekam Medis, Bukti Elektronik (CCTV, Voice Recorder, Video Recorder, pesan/chat), dan saksi-saksi.
BY Dilaporkan ke MKD DPR
Tak hanya ke polisi, BY juga sudah dilaporkan ke MKD DPR atas kasus KDRT ini, Senin (22/5/2023).
"Hari ini kami lakukan pengaduan tersebut, masalah yang dialami karena itu adalah hal yang terkait dengan etika moral seorang anggota dewan yang seharusnya tidak dilakukan. Hari ini kami melaporkan, dan laporan kami baru saja diterima. Ini tadi baru diterima," kata Srimiguna di Gedung DPR, Jakarta Pusat, Senin (22/5/2023).
Dia menjelaskan pihaknya turut menyertakan sejumlah lampiran di antaranya surat kuasa, bukti pengaduan ke Polres, identitas pengadu, penarikan pelimpahan ke Mabes Polri, bukti hingga surat nikah.
"Tapi bukti-bukti yang lain tentang visum, terus kemudian rekam medik, terus kemudian bukti-bukti adanya pemukulan-pemukulan, foto-foto, semuanya nanti Insya Allah akan kami sampaikan pada saat persidangan," jelasnya. (saa/ebs)
Load more