Yogyakarta, DIY – Usulan Pemda DIY terkait pencanangan tanggal 1 Maret sebagai Hari Besar Nasional dengan nama Hari Penegakan Kedaulatan Negara, akan segera ditindaklanjuti oleh Kementerian Dalam Negeri RI. Pernyataan tersebut disampaikan Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian dalam kunjungan kerja dan dialog dengan Gubernur DIY Sri Sultan Hamengku Buwono X bersama jajaran OPD DIY, Senin (01/11) pagi di Gedhong Pracimosono, Kompleks Kepatihan, Yogyakarta.
Pengusulan tanggal 1 Maret menjadi Hari Besar Nasional dengan nama Hari Penegakan Kedaulatan telah dilakukan Pemda DIY sejak tahun 2018. Adapun latar belakangnya, pada tanggal 1 Maret 1949, terjadi sebuah peristiwa besar berjuluk Serangan Umum 1 Maret yakni perlawanan selama 6 jam yang dilakukan masyarakat, TNI/Polri, dan gerilyawan untuk memukul mundur tentara Belanda dari Yogyakarta. Peristiwa ini dinilai mampu menjadi pengingat bangsa agar terus menumbuhkan rasa persatuan dan kesatuan guna melawan segala bentuk ancaman.
Sri Sultan Hamengku Buwono X mengatakan bahwa inti dari usulan ini adalah, mengingatkan kembali pentingnya upaya penegakan kedaulatan bangsa melalui semangat persatuan dan kesatuan. “Dalam pengajuan kami, kami tidak menokohkan siapapun yang pada waktu itu terlibat dalam perjuangan bangsa saat 1 Maret dulu. Kita hanya mengambil momentum itu dalam konteks bahwa sejarah adalah soal penegakan kedaulatan,” jelas Sri Sultan.
Berdasarkan penegakan kedaulatan, Sri Sultan menekankan bahwa peristiwa Serangan 1 Maret diharapkan tidak hanya menjadi peristiwa lokal saja, melainkan menjadi peristiwa nasional. “Kalau hanya tanggal 1 Maret ya lokal Jogja saja, namun dengan asas penegakan kedaulatan, momentumnya bisa jadi peristiwa nasional. Ini bukan hanya karena ibukota republik pernah di Jogja. Penegakan kedaulatan itu memang diperlukan sampai saat ini dalam rangka membangun kebersamaan Indonesia yang banyak mengalami pasang surut,” ungkap Sri Sultan yang hadir didampingi Wakil Gubernur DIY KGPAA Paku Alam X serta Sekda DIY Kadarmanta Baskara Aji.
Sri Sultan mengatakan, usulan 1 Maret ini lebih cenderung sebagai peringatan penanda penegakan kedaulatan. “Lepas itu libur atau tidak libur, namun daerah wajib memperingati. Bagaimana Hari Penegakan Kedaulatan Negara itu bisa kita isi, memberikan kejernihan pemikiran pada rakyat republik ini, bahwa aspirasi yang tumbuh selain itu, tidak mungkin dilakukan di republik ini", tutur Sri Sultan.
“Namun jika menyangkut kepentingan negara, demokratisasi apapun tidak boleh menerjang kesepakatan nasional. Kalau itu terjadi, provinsi-provinsi yang ada di republik ini akan merdeka secara sendiri-sendiri,” tegas Sri Sultan. Jika usulan Hari Penegakan Kedaulatan Negara ini selanjutnya diterima, dalam pendapat Sri Sultan, satu hari tersebut akan menjadi hari penuh makna.
Menanggapi Sri Sultan, Menteri Tito menjelaskan bahwa tindak lanjut atas usulan ini, Kemendagri telah mendapatkan masukan-masukan yang selanjutnya akan dirapatkan dengan PAK (Panitia Antar Kementerian) pada November 2021.
Mendagri Tito juga menegaskan bahwa substansi Hari Penegakan Kedaulatan Negara ini merupakan salah satu poin penting yang mengingatkan bahwa kemerdekaan yang diraih Indonesia bukan karena pemberian. “Peristiwa besar ini juga terjadi selama 6 jam di Jogja, center of gravity, yang akhirnya menimbulkan reaksi publik di pemerintah,” tukasnya. Dalam pandangannya, peristiwa tersebut akhirnya membuka mata dunia akan keberadaan dan eksistensi Indonesia.
Selanjutnya, Tito juga memaparkan beberapa langkah yang akan dilakukan oleh Kemendagri berdasarkan hasil rapat evaluasi yang telah digelar pada Selasa (21/10) di Jakarta. Hasil rapat tersebut mengatakan bahwa seluruh Kementerian dan Lembaga yang hadir pada rapat tersebut mendukung usulan tanggal 1 Maret sebagai Hari Besar Nasional, perlunya dilakukan kembali telaah nomenklatur terkait penamaan Serangan Umum 1 Maret sebagai Hari besar Nasional dengan nomenklatur penamaan yang lebih sederhana. Di sisi lain, hasil rapat tersebut juga menargetkan tanggal 1 Maret 2022 mendatang, telah diperingati sebagai Hari Besar Nasional. Untuk penetapan tersebut harus diatur secara resmi melalui Keputusan Presiden RI.
Sementara, Kepala Dinas Kebudayaan DIY Dian Lakhsmi Pratiwi yang turut hadir pada kesempatan tersebut memaparkan beberapa alasan pencanangan 1 Maret sebagai Hari Besar Nasional.
“Terdapat beberapa alasan yang menjadi latar belakang, yakni membuktikan ke dunia internasional bahwa tantara Indonesia dan masyarakat masih ada, menunjukkan kesaturan seluruh komponen masyarakat mempertehankan kemerdekaan, meminta PBB mendesak Belanda kembali ke meja perundingan, serta rentetan peristiwa yang diakibatkan peristiwa ini adalah pengakuan kedaulatan RI oleh Belanda,” terang Dian.
Menurut Dian, pihaknya juga telah melakukan sosialisasi sejak tahun 2019. “Sepanjang 2019, Dinas Kebudayaan telah berupaya menindaklanjuti usulan tersebut melalui kegiatan dan penyusunan perencanaan. Beberapa diantaranya dengan melakukan ekspos sejarah, FGD I dan II, sosialisasi ke Bali, Jawa Timur, Jawa Barat, Banten, serta menggelar roadshow,” urainya.
Dian melanjutkan, sosialisasi dan kegiatan terdekat yang akan dilaksanakan adalah permohonan dukungan kepada Pemerintah daerah seluruh Indonesia, KODAM se-Indonesia, Perkumpulan prodi sejarah dan asosiasi guru sejarah se-Indonesia, serta kepada Komunitas pegiat sejarah se-Indonesia.(nuryanto/chm)
Load more