Jakarta, tvonenews.com - Data terbaru yang dirilis oleh Kementerian Kesehatan RI menunjukkan fenomena memprihatinkan di masyarakat Indonesia. Yakni, kasus penyakit sifilis meningkat hingga 70 persen dalam kurun waktu lima tahun terakhir.
Sifilis biasanya ditandai dengan area kelamin yang gatal dan luka. Penyakit yang muncul akibat bakteri Treponema pallidum ini muncul karena perilaku seksual, misalnya, melakukan hubungan seksual oral dan anal.
Anak-anak bisa tertular sifilis dari orang tuanya, terutama terjadi dari ibu saat hamil dan melahirkan.
Kondisi ini tentu bisa merenggut hak anak untuk bisa hidup sehat. Bahkan, tidak sedikit anak yang terpapar sifilis sejak dalam kandungan, meninggal dunia ketika dilahirkan.
(Juru Bicara Kementerian Kesehatan, Mohammad Syahril. Sumber: ANTARA)
"Perilaku seks orang tua yang berisiko, baik anal maupun oral ini sangat mencederai hak anak. Bukan cuma kematian, sifilis juga bisa menyebabkan anak cacat," kata Juru Bicara Kementerian Kesehatan, Mohammad Syahril, beberapa waktu lalu.
Pada 2018 lalu, kasus sifilis yang terdeteksi hanya 12.484 orang. Jumlah itu kemungkinan terus mengalami peningkatan. Hingga pada 2022 lalu, jumlahnya mencapai 20.783 kasus.
"Jadi pasien yang ditemukan setiap tahunnya terus bertambah, sampai sekarang mengalami lonjakan hingga 70 persen," kata Syahril.
(Ilustrasi. ibu Hamil. Sumber: ANTARA)
Terdapat 46 persen perempuan dari total 20.783 orang yang terinfeksi penyakit sifilis sepanjang tahun 2022. Mirisnya, persentase tertinggi dialami oleh ibu hamil, yakni sebesar 27%.
Jika tidak segera diobati, sifilis bisa sangat merusak jantung, otak atau organ lain, dan bisa mengancam nyawa.
Dari data yang dibagikan Kementerian Kesehatan, disebutkan bahwa persentase bayi mengalami abortus atau lahir mati karena sifilis sebanyak 69 hingga 80 persen.
"Jadi risikonya tinggi, makanya harus ditangani," tegas dia.
Kemenkes juga menyayangkan rendahnya ibu yang menjalankan pengobatan setelah mengetahui terpapar sifilis.
Kurang lebih hanya ada 40 persen yang menjalani pengobatan. Sisanya tidak melakukan pengobatan sehingga berisiko menularkan penyakit tersebut ke anak mereka.
“Pasien ibu hamil dengan sifilis yang diobati hanya berkisar 40% pasien. Sisanya, sekitar 60% tidak mendapatkan pengobatan dan berpotensi menularkan dan menimbulkan cacat pada anak yang dilahirkan,” kata dr. Syahril.
(Ilustrasi. Bakteri penyakit sifilis. Sumber: ANTARA)
Kata Syahril, rendahnya persentase ini besar kemungkinan terjadi karena stigma yang terlanjur dibentuk di masyarakat. Stigma ini menyebabkan mereka yang terpapar malu, hingga beralih tak mengobati penyakit yang mereka derita.
“Rendahnya pengobatan dikarenakan adanya stigma dan unsur malu. Setiap tahunnya, dari lima juta kehamilan, hanya sebanyak 25% ibu hamil yang di skrining sifilis. Dari 1,2 juta ibu hamil sebanyak 5.590 ibu hamil positif sifilis,” sambungnya lagi.
Selain itu, Kemenkes juga memastikan ketersediaan stok obat sifilis di Indonesia aman di tengah peningkatan kasus penyakit sifilis. Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Masyarakat Kemenkes Siti Nadia Tarmizi juga membantah informasi mengenai krisis obat sifilis.
"Aman (stok obat sifilis di tengah peningkatan kasus). Tidak (krisis obar)," kata Siti Nadia Tarmizi.
(Ilustrasi. Penyakit Sifilis. Sumber: ANTARA)
Nadia mengatakan obat yang digunakan dalam pengobatan sifilis sangat mudah didapatkan, yakni mulai dari benzatin penisilin, eritromisin atau doksisiklin.
Ia menyebut penyediaan obat sifilis di Indonesia dapat diperoleh dari dana pusat dan juga daerah.
"Penyediaan bisa bersumber dana pusat dan dan daerah. Selain benzatin penilisin ada obat pengganti seperti eritromisin atau doksisiklin yang juga mudah didapatkan," jelas dia.
Terdapat lebih dari 72 ribu vial stok obat benzatin penisilin yang berada di pusat. Jumlah tersebut juga telah dikirim ke Dinas Kesehatan Provinsi sesuai permintaan. (ito)
Load more