"Hal itu tujuannya untuk menghindari terjadinya kekosongan hukum atau menjamin kepastian hukum; dan memberikan perlindungan hukum bagi pihak yang terkena dampak perubahan ketentuan Peraturan Perundang-undangan atau putusan yang sifatnya mengatur hal-hal yang bersifat transisional atau bersifat sementara," ungkap dia.
Lebih lanjut, Fahri menyoroti standar ganda MK terkait open legal policy atau kebijakan hukum pembuat undang-undang dalam putusan MK soal perpanjangan masa jabatan pimpinan KPK ini. Pasalnya, dalam putusan tersebut, MK mengesampingkan open legal policy dengan sejumlah pertimbangan, yakin bertentangan dengan moralitas, rasionalitas, dan menimbulkan ketidakadilan yang intolerable, merupakan penyalahgunaan wewenang, melampaui kewenangan pembentuk undang-undang dan/atau bertentangan dengan UUD 1945.
Sementara, kata Fahri, dalam uji materi lain seperti uji materi ketentuan ambang batas pencalonan presiden atau presidential threshold, MK secara konsisten menyebutnya sebagai open legal policy.
"Dengan MK mengabulkan permohonan mengubah masa jabatan pimpinan KPK dari 4 tahun menjadi 5 tahun, dikhawatirkan akan memantik permohonan lain di kemudian hari terhadap adanya perbedaan masa jabatan pimpinan di beberapa lembaga atau komisi negara. MK akan masuk ke wilayah yang selama ini merupakan kewenangan pembentuk undang-undang," pungkas Fahri. (ebs)
Load more