Jakarta, tvOnenews.com - Presiden Joko Widodo (Jokowi) merencanakan adanya kenaikan gaji pegawai negeri sipil (PNS) untuk tahun 2024.
Menanggapi hal ini, pengamat dari Indonesia Political Opinion (IPO) Dedi Kurnia Syah menilai wacana kebijakan Jokowi itu kental unsur politis.
“Kebijakan itu pada dasarnya baik, tetapi pengutaraan di tahun 2023. Sementara dijanjikan untuk tahun depan, nuansanya kental politis, terlebih pemilu dilaksanakan pada bulan Februari (2024),” kata Dedi kepada tvOnenews, Selasa (30/5/2023).
“Bisa diasumsikan bahwa kebijakan itu untuk kepentingan Pilpres 2024,” tambahnya.
Dedi menduga kebijakan itu terselip praktik tawar menawar agar para PNS mendukung capres tertentu di Pilpres 2024.
“Menaikkan dengan syarat tokoh tertentu yang sejauh ini didukung Presiden harus dipilih oleh ASN. Jika tidak mungkin kebijakan itu tidak terjadi,” ungkapnya.
Dia bahkan menyebut bahwa kebijakan seperti ini rutin terjadi di setiap menjelang pemilu. Menurutnya, Jokowi seharusnya telah menyusun rencana ini jauh sebelum tahun politik dimulai.
“Jika memang itu untuk kepentingan bersama, ada baiknya terprogram sejak awal, dan jika baru terpikir saat ini, lebih baik disegerakan agar tidak menjadi alat sandera politik pemilih,” ujar Dedi.
Sementara itu, pengamat politik dari Pendiri Kelompok Kajian dan Diskusi Opini Publik Indonesia (kedaiKopi) Hendri Satrio menyebut perlu ada kajian untuk mengetahui apakah ada unsur politik uang atau tidak.
“Itu akan jadi politik uang bila ada prasyarat, ‘gaji saya naikkan bila PNS memilih si A’. Nah itu perlu dikuak,” kata pria yang akrab disapa Hensat kepada tvOnenews, Selasa (30/5/2023).
Pasalnya, dia berpendapat kebijakan menaikkan gaji PNS sudah menjadi kewajiban dari pemerintah. Namun dia mengaku heran mengapa kebijakan itu baru dibahas sekarang.
“Tapi kalau memang sudah kewajiban untuk mensejahterakan rakyat ya itu kewajiban. Tidak ada kaitannya dengan 2024. Dan harusnya segera dipenuhi itu dari dulu. Kenapa baru 2024?” pungkas Hensat. (saa/muu)
Load more