Jakarta, tvOnenews.ocm - Kapolri Jenderal Pol. Listyo Sigit Prabowo mengatakan putusan pemberhentian tidak dengan hormat (PTDH) terhadap Irjen Pol. Teddy Minahasa dalam sidang etik membuktikan sikap tegas Polri terhadap anggota yang melanggar aturan.
Terkait langkah hukum banding yang diambil oleh Teddy Minahasa terhadap putusan Komisi Kode Etik Polri pada Selasa (30/5/2023), menurut Kapolri hal itu adalah hak setiap warga negara.
“Terkait dengan banding saya kira itu adalah hak yang diatur,” katanya.
Menurut jenderal bintang empat itu, Polri bakal menindaklanjuti dengan menggelar sidang banding setelah semua persyaratan dipenuhi.
Namun, mantan Kabareskrim Polri itu menyakini hasil banding tersebut tidak akan jauh berbeda dengan putusan sidang komisi etiknya.
“Tentunya untuk banding saya kira tim banding tidak terlalu jauh,” kata Sigit.
Komisi Kode Etik Polri memutuskan menjatuhkan sanksi adminstrasi kepada Irjen Teddy Minahasa berupa PTDH atas pelanggaran etik yang dilakukannya.
Wujud pelanggaran yang dilakukan, yaitu Irjen Teddy Minahasa telah memerintahkan AKPB DP untuk menyisihkan barang bukti narkotika jenis sabu seberat 41,4 Kg yang merupakan hasil tangkapan Satresnarkoba Polres Bukittinggi dengan mengganti tawas seberat 5 Kg.
Komisi Kode Etik Polri menyatakan Irjen Teddy Minahasa melanggar Pasal Pasal 13 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2003 tentang Pemberhentian Anggota Polri juncto Pasal 5 ayat (1) hurub B, Pasal 5 ayat (1) huruf C Pasal 8 huruf C angka-1, Pasal 10 ayat (1) huruf D, Pasal 10 ayat (1) huruf F, Pasal 10 ayat (2) huruf H, Pasal 11 ayat (1) huruf H, dan Pasal 13 huruf E Peraturan Kepolisian Nomor 7 Tahun 2022 tentang Kode Etik Profesi Polri dan Komisi Kode Etik Polri.
Teddy Minahasa divonis hukuman penjara seumur hidup oleh Pengadilan Tinggi Jakarta Barat pada Selasa (9/5), karena terbukti bersalah melakukan tindak pidana yakni turut serta melakukan, tanpa hak atau melawan hukum menawarkan untuk dijual, menjual, menjadi perantara dalam jual beli, menukar dan menyerahkan narkotika golongan I bukan tanaman, yang beratnya lebih dari 5 gram.
Perwira tinggi Polri itu terbukti melanggar Pasal 114 Ayat (2) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
Dalam perkara tersebut melibatkan tiga anggota polisi lainnya dan tiga sipil, yakni mantan Kapolres Bukittinggi AKBP Dody Prawiranegara, Kompol Kasranto, Aiptu Janto Parluhutan Situmorang, Linda Pujiastuti, Muhammad Nasir, dan Syamsul Maarif.
Terpisah, penasihat hukum Teddy Minahasa, Anthony Djono mengatakan kliennya mengajukan banding sesuai aturan Peraturan Polri (Perpol) Nomor 7 Tahun 2022 tentang Kode Etik Profesi Polri dan Komisi Kode Etik Polri.
Menurut dia, dalam Perpol itu diatur kliennya dalam waktu tiga hari setelah putusan dapat mengajukan banding dan tiga hari setelah putusan banding dapat mengajukan penilaian kembali melalui Kapolri yang berwenang mengajukan penipaian kembali.
Salah satu pertimbangannya mengajukan banding adalah masa aktif kliennya masih panjang, yakni lima tahun lagi. Sehingga masih ada waktu untuk upaya hukum lainnya.
Selain itu, Antony meyakini dugaan tindak pidana menukar narkoba dengan tawas dan menjualnya belum terbukti secara hukum di persidangan.
“Jadi artinya perbuatan penukaran dan perbuatan menjual itu secara hukum belum pernah terbukti. Bagaimana di sidang etik ini bisa membuktikan adanya penukaran atau adanya peristiwa menjual itu kan bagian dari proses hukum yang kami sudah ajukan banding itu bagian dari peradilan umum,” kata Antony. (ant)
Load more