Jakarta, tvonenews.com - Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Anwar Usman menegaskan tidak ada kebocoran putusan mengenai sistem Pemilu mendatang. Anwar menegaskan perkara gugatan sistem pemilu baru akan diputus pada bulan Juni ini.
"Itu saya bilang, apa yang bocor kalau belum putus?" kata Anwar usai mengikuti perayaan Hari Lahir Pancasila di Monas, Jakarta Pusat, Kamis (1/6/2023).
Anwar mengatakan perkara itu baru saja melewati proses kesimpulan pada 31 Mei. Setelahnya, lanjut dia, para hakim MK akan menggelar rapat permusyawaratan untuk membahas putusan.
Meski tak ada batasan waktu kapan putusan tersebut akan inkrah. Namun, diharapkan bulan Juni sudah ada keputusan sistem pemilu.
"Bahwa perkara itu belum diputus, belum dimusyawarahkan, jadi kan baru menyerahkan kesimpulan kemarin itu terakhir tanggal 31. Setelah itu baru ada rapat permusyawaratan hakim untuk menentukan apa putusannya. Insyaallah (putusan) dalam waktu dekat. Mudah-mudahan (bulan Juni)," paparnya.
Anwar menegaskan, MK mempertimbangkan semua hal dalam hasil putusan nantinya terkait perkara yang ada. "Pokoknya MK akan mempertimbangkan segala sesuatunya. Semua dipertimbangkan," ujarnya.
Sebelumnya, rumor bahwa MK bakal memutus sistem pemilu menjadi sistem proporsional tertutup direspon keras oleh sejumlah fraksi di DPR. Delapan Fraksi tegas menolak jika sistem pemilu coblos nama caleg diubah menjadi proporsional tertutup atau coblos gambar partai.
Anggota Komisi III DPR RI Habiburokhman menegaskan pihaknya bisa mengubah UU terkait MK jika hakim MK memutuskan mengubah sistem pemilu. Habiburokhman awalnya menyatakan DPR tak ingin unjuk kekuasaan. Namun, dia mengingatkan semua pihak bahwa DPR punya kewenangan sebagai lembaga legislatif.
"Ya jadi kita tidak akan saling memamerkan kekuasaan, dan cuma kita juga akan mengingatkan bahwa kami ini legislatif, kami juga punya kewenangan," kata Habiburokhman dalam konferensi pers di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (30/5/2023).
"Apabila MK berkeras untuk memutus (sistem coblos partai) ini, kami juga akan menggunakan kewenangan kami. Begitu juga dalam konteks budgeting kita juga ada kewenangan," lanjutnya.
"Kalau perlu UU MK juga kita ubah, kita cabut kewenangannya, akan kita perbaiki supaya tidak terjadi begini lagi," tegasnya lagi.
Rumor putusan MK mengenai sistem proporsional tertutup berawal dari pernyataan Mantan Wamenkumham Denny Indrayana.
Denny mengaku mendapatkan informasi mengenai putusan MK perihal sistem pemilu legislatif akan kembali ke sistem proporsional tertutup atau coblos gambar partai.
"Pagi ini saya mendapatkan informasi penting. MK akan memutuskan pemilu legislatif kembali ke sistem proporsional tertutup, kembali memilih tanda gambar partai saja. Info tersebut menyatakan, komposisi putusan enam berbanding tiga dissenting," ucap Denny Indrayana kepada wartawan, Minggu (28/5/2023).
Dia mengklaim informasi itu bersumber dari pihak yang sangat dipercayainya. Dia mengatakan sistem coblos gambar partai membuat Pemilu menjadi seperti masa Orde Baru (Orba).
Terkait polemik informasi yang dia dapat itu, Denny mengklaim tidak ada rahasia negara yang bocor.
"Saya bisa tegaskan, tidak ada pembocoran rahasia negara, dalam pesan yang saya sampaikan kepada publik. Rahasia putusan Mahkamah Konstitusi tentu ada di MK. Sedangkan, informasi yang saya dapat, bukan dari lingkungan MK, bukan dari hakim konstitusi, ataupun elemen lain di MK. Ini perlu saya tegaskan, supaya tidak ada langkah mubazir melakukan pemeriksaan di lingkungan MK, padahal informasi yang saya dapat bukan dari pihak-pihak di MK," kata Denny dalam keterangan tertulisnya, Selasa (30/5/2023).
Denny mengatakan dirinya menggunakan frasa 'mendapat informasi'. Selain itu, lanjut dia, tidak ada putusan MK yang dibocorkan sebelum dibacakan.
"Saya sudah secara cermat memilih frasa, '... mendapatkan informasi', bukan '... mendapatkan bocoran'. Tidak ada pula putusan yang bocor, karena kita semua tahu, memang belum ada putusannya. Saya menulis, '... MK akan memutuskan'. Masih akan, belum diputuskan," kata Denny. (agr/ito)
Load more