tvOnenews.com - Masih ingat kasus mantan Kadiv Propam Irjen Polri Ferdy Sambo yang menjadi dalang dari skenario pembunuhan berencana terhadap Brigadir J.
Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan yang dipimpin Wahyu Iman Santoso menjatuhkan vonis hukuman mati kepada Mantan Kadiv Propam Polri, Irjen Ferdy Sambo.
Vonis hukuman mati yang diterapkan oleh Wahyu Iman Santoso jauh lebih tinggi, dijbanding tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang menuntut hukuman penjara seumur hidup.
Dilansir Rabu (31/05/23) dari tayangan youtube channel KompasTV dengan judul "Vonis Mati Ferdy Sambo: Sebenarnya Bagaimana Pelaksanaan Hukuman Mati di Indonesia? | SINAU," yang diunggah pada 15 Feb 2023.
Tahapan Proses Hukuman Mati Terpidana Ferdy Sambo Sesuai Aturan yang Berlaku di Indonesia. Kolase tvOnenews.com
Sementara itu, istrinya yakni Putri Candrawathi divonis 20 tahun penjara. Sebelumnya, Putri Candrawathi dituntut hukuman 8 tahun penjara oleh Jaksa Penuntut Umum.
Vonis yang ditetapkan majelis hakim jauh lebih tinggi dari tuntutan JPU. Mantan Kadiv Propam Irjen Ferdy Sambo dijatuhi hukuman mati oleh majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, 13 Februari 2023 silam.
"Mengadili, menyatakan terdakwa Ferdy Sambo telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan dengan sengaja dan dengan rencana terlebih dahulu merampas nyawa orang lain," tutur hakim ketua Wahyu Iman Santoso saat membacakan putusan di PN Jaksel, Senin (13/2/2023).
"Menjatuhkan pidana terhadap Terdakwa Ferdy Sambo hukuman mati," terang Wahyu Iman Santoso. Vonis hukuman mati yang dijatuhkan kepada Ferdy Sambo jauh lebih tinggi dibanding tuntutan Jaksa Penuntut Umum yakni pidana penjara seumur hidup.
Saat dirinya divonis hukuman mati, Irjen Ferdy Sambo tak lantas pasrah, ia diketahui mengajukan banding namun ditolak oleh Pengadilan Tinggi DKI Jakarta (12/04/2023).
Pidana mati atau hukuman mati merupakan pidana pokok terberat yang diteriman Irjen Ferdy Sambo, disusul pidana penjara, kurungan, denda, dan pidana tutupan.
Menurut Roeslan Saleh dalam buku Stelsel Pidana Indonesia (1987), hukuman mati adalah jenis pidana yang terberat dalam hukum positif Indonesia.
Hukuman mati di Indonesia awalnya dilaksanakan sesuai dengan ketentuan dalam pasal 11 Kitab Undang-undang Hukum Pidana atau KUHP yang menyatakan bahwa;
"Pidana mati dijalankan oleh algojo atas penggantungan dengan mengikat leher di terhukum dengan sebuah jerat pada tiang penggantungan dengan mengikat leher di terhukum dengan sebuah jerat pada tiang penggantungan dan menjatuhkan papan dari bawah kakinya.”
Namun kini pasal 11 sudah diubah dan dijelaskan dalam Undang-undang atau UU Nomor 2/PNPS/1964.
Atas perubahan tersebut, hukuman mati dijatuhkan pada orang-orang sipil dan dilakukan dengan cara menembak mati.
Beberapa kejahatan yang diancam dengan vonis hukuman mati di antaranya:
1. Pasal 104 KUHP: Makar membunuh kepala negara.
2. Pasal 111 ayat 2 KUHP: Mengajak negara asing untuk menyerang Indonesia.
3. Pasal 124 ayat 3 KUHP: Memberikan pertolongan kepada musuh pada saat Indonesia dalam keadaan perang.
4. Pasal 140 ayat 4 KUHP: Membunuh kepala negara sahabat.
5. Pasal 340 KUHP: Pembunuhan yang direncanakan lebih dahulu.
6. Pasal 365 ayat 4 KUHP: Pencurian dan kekerasan oleh dua orang atau lebih dan mengakibatkan seseorang mengalami luka berat atau mati.
Selain pasal tersebut di atas diketahui UU Nomor 35 Tahun 2009 tentang narkotika yang juga mengatur soal hukuman mati.
Diketahui Pasal 118 dan Pasal 121 ayat 2 menyebutkan dan mengatur bahwa ancaman hukuman maksimal bagi orang yang melanggar adalah pidana mati.
Tahapan pelaksanaan hukuman mati sesuai aturan di Indonesia
Pelaksanaan hukuman mati dilalkukan melalui proses yang panjang hingga terpidana mati akhirnya berhadapan dengan regu tembak.
Sedangkan untuk waktu pelaksanaan hukuman mati sendiri, jaksa nantinya akan memberitahukan kepada terpidana mati terkait rencana hukuman mati atas dirinya.
Merujuk pada UU Nomor 02/Pnps/1964 pemberitahuan hukuman mati dilakukan dalam waktu 3 x 24 jam sebelum eksekusi dilaksanakan.
Namun jika terpidana hukuman mati adalah seorang ibu hamil, maka pelaksanaan eksekusi akan dilakukan setelah 40 hari usai anaknya dilahirkan.
Perlu diketahui bahwa hukuman mati bukanlah sebuah vonis yang bisa langsung dilaksanakan pasca sidang putusan.
Dilansir dari laman resmi Mahkamah Agung Republik Indonesia, sesuai dengan KUHAP yang berlaku ada 3 upaya atau langkah hukum yang dapat dilakukan oleh terpidana mati.
Langkah hukum yang dapat dilakukan yaitu banding, kasasi, dan peninjauan kembali. Selain upaya hukum, seorang terpidana mati juga dapat memohon pengampunan atas perbuatannya.
Pengampunan tersebut terdiri dari grasi, amnesti, dan abolisi. Ketiga pengampunan tersebut dapat menghindarkan seseorang dari vonis hukuman mati yang telah didapatkannya.
Mengutip Pasal 11 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) tata cara hukuman mati yaitu, pidana mati dijalankan oleh algojo di tempat gantungan dengan menjeratkan tali yang terikat di tiang gantungan pada leher terpidana kemudian menjatuhkan papan tempat terpidana berdiri.
Mengacu pada Pasal 1, hukuman mati di Indonesia dilakukan dengan cara ditembak sampai mati.
Sementara tata cara pelaksanaan pidana mati telah disempurnakan melalui Peraturan Kapolri Nomor 12 Tahun 2010 tentang Tata Cara Pelaksanaan Pidana Mati.
Sesuai dengan ketentuan Pasal 15, berikut adalah 26 tahapan proses hukuman mati di Indonesia:
1. Terpidana mati diberikan pakaian yang bersih, sederhana, dan berwarna putih sebelum dibawa ke tempat atau lokasi pelaksanaan pidana mati.
2. Pada saat dibawa ke tempat atau lokasi pelaksanaan pidana mati, seorang terpidana mati dapat didampingi oleh rohaniawan.
3. Regu pendukung telah siap di tempat yang telah ditentukan, 2 jam sebelum waktu pelaksanaan pidana mati. Regu Pendukung, terdiri dari regu 1 tim survei dan perlengkapan, regu 2 pengawalan terpidana, regu 3 pengawalan pejabat, regu 4 penyesatan route, dan regu 5 pengamanan area.
4. Regu penembak telah siap di lokasi pelaksanaan pidana mati, 1 jam sebelum pelaksanaan dan berkumpul di daerah persiapan. Merujuk dari Perkapolri 12/2010, eksekusi hukuman mati dilakukan oleh regu penembak dari Brigade Mobil (Brimob) yang dibentuk oleh Kepala Kepolisian Daerah (Kapolda) di wilayah kedudukan pengadilan yang menjatuhkan pidana mati.
5. Regu penembak mengatur posisi dan meletakkan 12 pucuk senjata api laras panjang di depan posisi tiang pelaksanaan pidana mati pada jarak 5 meter sampai 10 meter dan kembali ke daerah persiapan.
6. Komandan Pelaksana melaporkan kesiapan regunya kepada jaksa eksekutor dengan ucapan, "Lapor, pelaksanaan pidana mati siap."
7. Jaksa eksekutor kemudian mengadakan pemeriksaan terakhir terhadap terpidana mati dan persenjataan yang digunakan untuk pelaksanaan pidana mati.
8. Setelah pemeriksaan selesai, jaksa eksekutor kembali ke tempat semula dan memerintahkan kepada Komandan Pelaksana dengan ucapan, "Laksanakan."
9. Komandan Pelaksana mengulangi dengan ucapan, "Laksanakan." Komandan Pelaksana lalu memerintahkan Komandan Regu Penembak untuk mengisi amunisi dan mengunci senjata ke dalam 12 pucuk senjata api laras panjang, dengan 3 butir peluru tajam dan 9 butir peluru hampa yang masing-masing senjata api berisi 1 butir peluru, disaksikan oleh jaksa eksekutor.
10. Jaksa eksekutor kemudian memerintahkan Komandan Regu 2 dengan anggota regunya untuk membawa terpidana ke posisi penembakan dan melepaskan borgol lalu mengikat kedua tangan dan kaki terpidana ke tiang penyangga pelaksanaan pidana mati dengan posisi berdiri, duduk, atau berlutut, kecuali ditentukan lain oleh jaksa.
11. Terpidana mati diberi kesempatan terakhir untuk menenangkan diri paling lama 3 menit dengan didampingi oleh seorang rohaniawan.
12. Komandan Regu 2 menutup mata terpidana dengan kain hitam, kecuali jika terpidana mati menolak.
13. Dokter lalu memberi tanda berwarna hitam pada baju terpidana tepat pada posisi jantung sebagai sasaran penembakan, kemudian dokter dan Regu 2 menjauhkan diri dari titik lokasi eksekusi terpidana mati.
14. Komandan Regu 2 melaporkan kepada Jaksa Eksekutor bahwa terpidana telah siap untuk dilaksanakan pidana mati.
15. Jaksa Eksekutor memberikan tanda/isyarat kepada Komandan Pelaksana untuk segera melaksanakan penembakan terhadap terpidana mati.
16. Komandan Pelaksana memberikan tanda/isyarat kepada Komandan Regu Penembak untuk membawa regu penembak mengambil posisi dan mengambil senjata dengan posisi depan senjata dan menghadap ke arah terpidana mati.
17. Komandan Pelaksana kemudian menghunus pedang sebagai isyarat bagi regu penembak untuk membidik sasaran ke arah jantung terpidana.
18. Komandan Pelaksana mengacungkan pedang ke depan setinggi dagu sebagai isyarat kepada regu penembak untuk membuka kunci senjata api.
19. Komandan Pelaksana menghentakkan pedang ke bawah pada posisi hormat pedang sebagai isyarat kepada regu penembak untuk melakukan penembakan secara serentak.
20. Setelah penembakan selesai, Komandan Pelaksana menyarungkan pedang sebagai isyarat kepada regu penembak mengambil sikap depan senjata.
21. Komandan pelaksana, Jaksa Eksekutor, dan dokter memeriksa kondisi terpidana dan apabila menurut dokter bahwa terpidana masih menunjukkan tanda-tanda kehidupan, Jaksa Eksekutor memerintahkan komandan pelaksana melakukan penembakan pengakhir.
22. Komandan pelaksana memerintahkan komandan regu penembak untuk melakukan penembakan pengakhir dengan menempelkan ujung laras senjata genggam pada pelipis terpidana tepat di atas telinga.
23. Penembakan pengakhir ini dapat diulangi, apabila menurut keterangan dokter masih ada tanda-tanda kehidupan.
24. Pelaksanaan pidana mati dinyatakan selesai, apabila dokter sudah menyatakan bahwa tidak ada lagi tanda-tanda kehidupan pada terpidana mati.
25. Selesai pelaksanaan penembakan, komandan regu penembak memerintahkan anggotanya untuk melepas magasin dan mengosongkan senjatanya.
26. Komandan pelaksana melaporkan hasil penembakan kepada Jaksa Eksekutor dengan ucapan “Pelaksanaan Pidana Mati Selesai”.
Itulah tadi beberapa tahapan proses hukuman mati sesuai dengan aturan yang berlaku di Indonesia.
Baca artikel terkini dari tvOnenews.com selengkapnya di Google News.
(udn)
Load more