Jakarta, tvOnenews.com - Pengadilan Negeri Jakarta Barat kembali menggelar sidang lanjutan kasus dugaan penipuan dan penggelapan korban KSP Indosurya dengan Terdakwa Natalia Rusli pada Selasa (30/5/2023).
Majelis hakim yang ketuai oleh Iwan Wadhana, SH, MH dengan hakim anggota Asmudi, SH, MH serta Ade Sumitra Hadisurya, SH, MHum, mengagendakan sidang dengan materi pemeriksaan Terdakwa Natalia Rusli.
Dalam kesaksiannya, Terdakwa Natalia Rusli mengemukakan banyak hal yang sangat bertolak belakang dengan kesaksian para Korban.
Dimulai dari awal pertemuan dengan Saksi Pelapor Verawati Sanjaya dan Rony Sumenap yang sejatinya di pertengahan bulan Mei 2020 tetapi dikatakan oleh Terdakwa di awal bulan April 2020.
Bahkan mengenai surat kuasa yang tertulis di tanggal 16 April 2020, kedua saksi yaitu Verawati dan Sun Hon mengungkapkan hal yang sama dalam kesaksiannya bahwa mereka kaget pada saat disuruh menanda tangani surat kuasa yang dimajukan tanggalnya tersebut dan sudah bertanya kepada Terdakwa tetapi dikatakan, "Tiidak ada masalah itu, sudah cepat di tanda tangani saja," ungkap para korban menirukan pernyataan pihak Terdakwa.
Para korban pun menyatakan karena orang awam yang tidak mengerti hukum sama sekali sedangkan terdakwa mengaku seorang Pengacara yang pernah diberi kuasa dari 30.000 orang korban jemaah First Travel, maka para korban pun mempercayai dan menuruti pernyataan Terdakwa.
Dalam keterangannya di hadapan majelis, Terdakwa Natalia Rusli ngotot bahwa Rony Sumenap dan Verawati Sanjaya menanda tangani Surat Kuasa di 16 April 2020 bahkan dikatakan lokasi tanda tangan adalah di Rumah Verawati Sanjaya dan bukan tanggal pada tanggal 16 Juli 2020 seperti yang pernah dinyatakan saksi pelapor dalam keterangannya di hadapan Majelis Hakim.
Tidak heran pada persidangan sebelumnya sebagai saksi, Rony Sumenap kebingungan pada saat disodorin fotokopi Surat Kuasa dan Perjanjian Jasa Hukum(PJH) atas namanya oleh pihak Terdakwa karena di satu sisi Rony Sumenap merasa belum pernah menanda tangani surat Kuasa dan PJH tersebut karena tidak hadir di Mabes Polri pada saat istrinya Verawati menanda tangani Surat kuasa yang disodorkan dan dibuat oleh Terdakwa tersebut. Di sisi lain saksi Rony Sumenap heran melihat mengapa bisa ada tanda tangannya di kopi dokumen yang diperlihatkan Terdakwa ke hadapan majelis.
Hal itulah yang membuat dia kebingungan hingga tidak dapat menjawab pertanyaan Majelis Hakim dan meminta dokumen aslinya untuk diperlihatkan kepadanya.
Dalam kesempatan wawancara kemarin, bahkan Verawati Sanjaya sempat memperlihatkan ke awak media Perjanjian Jasa Hukum No.025/PJH-PID/MT/IV/2020 yang dibuat oleh Terdakwa untuk dirinya.
Dalam Perjanjian tersebut Terdakwa bahkan menuliskan jabatannya adalah Advokat yang bertindak untuk dan atas nama Master Trust Lawfirm yang ditunjuk oleh saksi pelapor sebagai Advokat/Penasehat Hukumnya untuk mendampingi atau mewakili kepentingan atau hak hukum saksi pelapor.
Ironisnya, pada saat itu terdakwa tidak seharusnya menulis jabatannya sebagai Advokat karena sudah jelas bahwa Terdakwa belum diambil sumpah jabatan sehingga tidak seharusnya menulis profesinya sebagai Advokat. Dalam hal ini Terdakwa bahkan diduga kuat memakai martabat palsu untuk dugaan memuluskan kepentingan pribadinya di hadapan kliennya.
Awak media pun menduga kuat bahwa fotokopi dokumen surat kuasa dan PJH yang diperlihatkan oleh pihak Terdakwa ke hadapan majelis diduga kuat bukan dokumen yang sesuai dengan aslinya karena bentuknya juga hanya fotokopian. Saksi pelapor kemudian menyatakan, "Saya tidak bisa mengomentari hal itu karena hal tersebut hanya bisa dijawab oleh pihak Terdakwa karena mereka yang membawa fotokopi dokumen tersebut dan diperlihatkan ke hadapan majelis!"
"Satu hal yang saya ingat betul pada saat saya memberi keterangan di hadapan majelis, pihak Terdakwa juga mengeluarkan fotokopi PJH atas nama saya dengan Terdakwa, di mana jelas saya melihat bahwa tanda tangan di atas meterai nya sangat berbeda dengan tanda tangan saya dan saya juga masih memegang PJH dengan dia yang asli karena memang belum saya tanda tangan dan kembalikan karena ya itu tadi saya mau menanyakan perihal awal PJH ditulis tanggal 16 April 2020 kemudian nomor kontak saya sudah diblokir oleh Terdakwa. Jadi di hadapan majelis hakim saya nyatakan bahwa itu bukan perjanjian yang sesuai aslinya karena perjanjian yang asli masih di tangan saya dan tanda tangan di atas meterai memakai atas nama saya itupun saya nyatakan bukan tanda tangan saya! Mohon Saudara bisa simpulkan sendiri ya," ujarnya menambahkan.
Lebih lanjut terhadap pernyataan tanggal surat kuasa yang berbeda versi antara korban dengan Terdakwa, hal yang patut menjadi pertimbangan adalah tanggal pembayaran Lawyer Fee yang ditransfer oleh saksi pelapor Verawati Rp45 juta pada tanggal 30 Juni 2020 dan saksi Sun Hon pada tanggal 2 Juli 2020 sebesar Rp372 juta menunjukkan bahwa para korban diminta untuk melakukan pembayaran Lawyer Fee terlebih dahulu. Hal ini dipertegas di Perjanjian Jasa Hukum pasal 3 ayat c bahwa ditulis Jasa dan pendampingan Jasa Hukum akan dimulai ketika dana masuk bukan setelah menanda tangani Surat Kuasa.
Hal ini dipertegas dengan pernyataan di percakapan whatsApp yang ditulis oleh Asisten Pribadi Terdakwa yang bernama Sheila Ariestia Edina kepada saksi pelapor Verawati sebelum melakukan pembayaran Lawyer Fee yaitu pada tanggal 29 Juli 2020 malam di mana pada saat itu saksi Pelapor meminta Surat Kuasa untuk segera dibuat karena sangat berminat dan tertarik masuk dalam gerbong klien Terdakwa yang akan segera menerima pembayaran kerugian di KSP Indosurya lewat jalur Juniver Girsang dengan skema 40 persen cash dan 60 persen aset.
Dalam Keterangannya selasa kemarin, Terdakwa sempat menyatakan bahwa Kuasa Hukum saksi pelapor yaitu Surya Darma Simbolon, SH lah yang menghubungi Terdakwa dan meminta Terdakwa untuk mengembalikan Rp45 juta kepada kliennya. Oleh karena itulah Terdakwa mentranfer Rp45juta ditambah Rp10 juta sebagai Bonus kepada saksi Pelapor.
"Saudari Terdakwa berapakah total korban Indosurya yang bergabung dengan Saudara?" Tanya Hakim Ketua Iwan Wardhana, SH. MH
"Izin Yang Mulia Kurang lebih 100 orang yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia," jawab Terdakwa.
"Berapa Total Kerugian keseluruhan Klien Terdakwa di Indosurya?" Tanya Hakim Ketua melanjutkan.
"Kurang Lebih Rp100 miliar Yang Mulia," pertegas Terdakwa kemudian.
"Saudari Terdakwa tahu bahwa Verawati, Rony Sumenap, Sun Hon serta Rayong masuk dalam daftar nasabah PKPU?" lanjut Bapak Asmudi,SH. MH selaku Hakim anggota menanyakan.
"Awalnya saya tidak tahu bahwa Verawati dan suaminya Rony Sumenap adalah nasabah PKPU lalu mereka memberi tahu kepada saya bahwa mereka terdaftar di PKPU. Sun Hon terdaftar PKPU. Kalau Rayong saya tidak tau," jawab Terdakwa
"Sejak Kapan Saudari Terdakwa tahu bahwa Verawati dan Rony Sumenap masuk sebagai nasabah PKPU?" Lanjut pertanyaan dari Bapak Asmudi, SH MH
"Kurang lebih sejak awal Mei 2020 Yang Mulia," jawab Terdakwa.
"Saudari Terdakwa sejak kapan bertemu dengan Juniver Girsang? Di mana Dan berapa kali?" Lanjut HaKim Asmudi, SH, MH menambahkan.
"Saya bertemu Juniver Girsang sekitar 2 kali di Grand Hyatt antara bulan Juni dan Juli 2020," jawab Terdakwa.
Dalam hal ini bila kita lihat kembali pernyataan dari Bapak Juniver Girsang, SH, MH dalam persidangan sebelumnya bahwa sedari awal Beliau tidak pernah menjanjikan pembayaran ataupun skema pembayaaran kepada Korban KSP INDOSURYA dalam bentuk apapun kepada Terdakwa karena yang punya uang dan hak untuk membayar adalah Kliennya (KSP Indosurya) dan beliau sudah katakan (kepada Terdakwa di hadapan Eddy Soemarsono) bahwa Nasabah yang terdaftar dalam PKPU tidak dapat dibantu lagi karena wajib tunduk pada putusan homologasi yang ditetapkan oleh Pengadilan Niaga Jakarta Pusat.
Dalam hal ini karena Terdakwa mengatakan telah mendapat informasi dari saksi pelapor Verawati dan Rony Sumenap bahwa mereka sudah terdaftar di PKPU sejak Bulan Mei 2020, maka ada dugaan kuat Terdakwa tahu saksi pelapor Verawati Sanjaya dan suaminya Rony Sumenap serta Sun Hon sudah terdaftar sebagai Nasabah PKPU dan sudah tidak bisa dibantu diskusikan lagi oleh Bapak Juniver Girsang kepada kliennya tetapi Terdakwa diduga kuat masih mempromosikan dan memberi harapan kerugian mereka bisa disettle melalui Jalur Juniver Girsang bahkan sebagai satu-satunya juru selamat yang dapat menolong kerugian korban Verawati dan Rony Sumenap di KSP INDOSURYA sehingga dapat ditarik kesimpulan ada dugaan rangkaian kebohongan dan janji serta harapan yang diberikan oleh Terdakwa kepada para korban yang seharusnya sudah menjadi korban gagal bayar KSP Indosurya, sehingga
"Saya kasihan sekali dengan Ibu Verawati yang selama ini susah payah mencari keadilan. Hal ini dia lakukan supaya tidak timbul korban-korban berikutnya tetapi selalu mendapat serangan bahkan fitnahan bertubi-tubi dari pihak lawan," ungkapnya. (raa/ebs)
Load more