Demikian, dengan Teater Soekarno seperti terlahir kembali. Ia menemukan kembali gairah pada kehidupan. Cita cita politiknya untuk membebaskan bangsanya dari penjajahan kembali menyala. Grup teaternya adalah “organisasi politik” pertama di Flores yang lintas suku bangsa. Ada orang Jawa, Palembang, Ende, Sabu dan Rote. Bahkan ada dua warga keturunan Tionghoa yang terlibat, Go Djoen Pio dan Jo Ho Sioe.
(Dok. Ecep S Yasa sedang berorasi di tengah unjuk rasa mahasiswa. Sumber: Istimewa)
“Aku akan membentuk masyarakatku sendiri dengan pemetik kelapa, supir, tukang jahit, bujang yang tidak bekerja inilah kawan kawan aku,” ujar Soekarno.
Saat berada di titik nadir inilah, di bawah pohon sukun (klewih) tempat favoritnya untuk berkontemplasi karena di tempat ini ia bisa langsung melihat laut lepas dengan ombak ombaknya yang terus menerjang nerjang pantai, Soekarno bergulat memikirkan dasar dasar berbangsa, termasuk Pancasila. (KC)
Load more