Nusa Tenggara Timur, tvOnenews.com - Kasus pencabulan yang terjadi di sejumlah pondok pesantren (Ponpes) di wilayah Nusa tenggara Timur (NTB) terus bertambah, hingga kini diduga 8 pondok pesantren yang terlibat pencabulan.
Satu dari delapan pondok pesantrens tersebut berlokasi di Kota Mataram, Satu di Kota Sumbawa, tiga di Lombok Timur dan tiga pesantren di Lombok Barat.
Menurut Koordinator Biro Konsultasi dan Bantuan Hukum (BKBH) Universitas Mataram, Joko Jumadi, mengatakan, salah satu diduga pelaku merupakakan salah satu ustad yang masih memiliki hubungan kekerabatan dengan pemilik pesantren.
“Pelakunya seorang ustaz tapi masih menjadi keluarga salah satu pimpinan pondok pesantren,” kata Joko, Minggu, 4 Juni 2023.
Tindakan cepat atas informasi pencabulan di sejumlah pesantren di NTB yang dilakukan Lembaga Perlindungan Anak (LPA) ustad yang diduga pelaku pencabulan telah di pecat dari pondok pesantren tersebut.
“Pondok pesantren ini punya inisiatif terbuka dan mau menggandeng LPA,” ujarnya.
Berbeda dengan ketiga ponpes yang telah ditangani pihak kepolisian, dua pondok pesantren lainya masih mengalami kendala, salah satunya korban mendapat tekanan dari pohak ponpes, sementara satu ponpes lainnya baru satu korban yang melapor.
“Yang menjadi korban pada 2022-2023 ada satu yang melapor. Satunya tidak mau melapor,” kata Joko yang juga menjadi Ketua LPA Kota Mataram ini.
Kasus pelecehan di pondok pesantren (ponpes) di wilayah NTB, khusu di wilayah telah berlangsung cukup lama, sayangnya para korban tidak pernah melapor, padahal pencabulan sudah terjadi cukup lama.
“Kejadian yang lama terjadi kurun waktu 2014-2016 dan rata-rata korbannya sudah dewasa dan ada yang sudah menikah, sehingga tidak mau melapor,” katanya.
Berbeda dengan Ponpes yang berada di wilayah..., Ponpes di Desa Bagik Papan, Kecamatan Pringgabaya, Lombok Timur, telah dilaporkan korban sejak tahun 2022, bahkan kasusnya sudah naik ketahan penyidikan. Namun sayang, kasusnya tak ada perkembangan, diduga adanya intervensi dari sejumlah pihak.
“Saya akui intervensi politik cukup kuat. Itu menjadi problem karena ada yang ingin maju pada 2024,” ujarnya.
Lebih lanjut Joko Jumadi mengatakan jika banyaknya kasus kekerasan seksual di lingkungan pondok pesantren, harus dilakukan penangan yang tepat agar korban tidak menjadi trauma. Penanganan korban harus diutamakan bagaimana korban bisa direhabilitasi.
“Bagaimana para korban juga harus direhabilitasi, juga harus ada satu kebijakan pencegahan dan penanganan dari Pemda dan Kemenag. Karena berpotensi akan muncul lagi kasus serupa jika tidak dilakukan pencegahan,” ujarnya.
Sebelum, 29 santriwati di sebuah pondok pesantren di Kecamatan Labangka, Kabupaten Sumbawa, Nusa Tenggara Barat (NTB) diduga menjadi korban kekerasan seksual. Bahkan ironisnya, terduga pelakunya adalah oknum pimpinan pondok pesantren berinisial HD.
Dan, terduga pelaku telah diamankan Polres Sumbawa. Dilansir Viva, pelaku nyaris diamuk massa yang marah dengan perlakuan keji pelaku kepada puluhan santri tersebut.
Sementara Ketua Lembaga Perlindungan Anak (LPA) Kabupaten Sumbawa, Fatriatul Amanda, saat ini tengah mendamping para korban untuk membuat laporan di Polres Sumbawa.
Para santriwati mendapat perlakuan tidak wajar oleh pelaku, dan menjurus pada kekerasan seksual. Yakni dengan memegang kepala santri dan mencabuli dengan dalih agar para santri tersebut mendapat berkah. (ant/mii)
Load more