Jakarta, tvOnenews.com - Miris, kisah yang dibagikan oleh seorang Kriminolog Anak dari Universitas Indonesia (UI), Hanifa Hasna tentang pengalamannya menangani kasus seksual di bawah umur.
Dalam ceritanya, Hanifa Hasna membeberkan kasus melibatkan bocah SD yang melakukan aktivitas seksual tiga orang atau threesome.
“Ada yang ekstrim itu, remaja threesome,” ujar Hanifa Hasna dalam kanal YouTube Macan Idealis, yang dikutip pada Selasa (6/6/2023).
“Horor ini. Ada seorang anak masih SD tapi dia sudah melakukan hubungan seksual bertiga, dan itu anak perempuan, anak perempuannya yang mau. Waktu itu dia masih kelas empat SD,” lanjutnya.
Mengutip dari VIVA, kasus ini terungkap usai orangtua anak tersebut sadar dengan tingkah aneh anaknya yang sering mencuri uang
“Waktu itu ada seorang ibu yang datang mengadukan anaknya, anaknya bermasalah. Anaknya ini suka mencuri, nah ketika anak mencuri itu kan sudah ke arah kriminal. Lalu si ibu itu bilang, anak saya suka mencuri, apa yang harus dilakukan? Saya tanya dulu apa yang ibu sudah lakukan, biar apa yang saya sampaikan gak mubazir,” jelasnya Hanifa.
“Menurut si ibu ini bukan bahaya, karena ini uang orang rumah tapi kalau ini dibiarkan bukan tidak mungkin akan merembet,” sambungnya.
Ia mengaku heran untuk apa anak SD mencuri uang. Setelah diselidiki Hanifa akhirnya mengetahui bahwa uang hasil curian itu digunakan untuk melakukan hubungan seksual threesome.
“Saya tanya, uang itu untuk apa, untuk si A si B teman aku. Nah mereka gak minta. Lalu saya tanya, kenapa dikasih? Karena aku mau main sama dia, main bertiga,” ungkapnya.
"Ternyata dia sudah melakukan hubungan seksual, dua wanita satu laki. Dia bayar, karena si anak laki ini sudah mempelajari (cari keuntungan). Kejahatan inikan dipelajari ya,” lanjut Hanifa.
Dalam penjelasannya, Hanifa menyebut anak itu awalnya sebagai korban. Namun ia lambat laun menjadi pelaku.
“Jadi ternyata si anak perempuan ini awalnya korban yang berakhir jadi pelaku. Dia sudah merasakan, buktinya dia menikmati itu semua. Jadi ketika diinterview lanjutan, kok bisa ya padahal orang tuanya orang tua terpelajar,” ucap Hanifa.
“Mereka tinggal di daerah yang tidak ada norma. Biasanya di kampung yang rumahnya berdekatan sekali. Sehingga terbiasa mendengar tetangga mengeluarkan kata-kata kasar, mendengar tetangga berantem, itu biasa. Itu daerah anomi. Nah itu kan potret masyarakat kita,” sambungnya.
Load more