Jakarta, tvOnenews.com - Divhubinter Polri tak mengelak adanya keterlibatan anggotanya pada kasus pemerasan terhadap seorang Warga Negara Asing (WNA) asal Kanada bernama Stephane Gagnon yang ditangkap akibat masuk daftar red notice.
Hal itu disampaikan Sekretaris NCB Interpol Divhubinter Polri, Brigjen Amur Chandra saat dikonfirmasi.
Menurutnya kedua anggota Divhubinter Polri yang terlibat kasus pemerasan itu kini telah menjalani masa penahanannya di tempat khusus (Patsus).
"Dua anggota (pemerasan) sudah ditahan dipatsus di Paminal," kata Chandra kepada tvOnenews.com saat dikonfirmasi di Jakarta, Kamis (8/6/2023).
Chandra menuturkan kedua anggota kini tengah menjalani pemeriksaan mendalam oleh Propam.
Menurutnya kuat dugaan kedua anggota Divhubinter Polri itu menerima sejumlah uang dari kelompok makelar kasus (markus) yang berperan melakukan pemerasan terhadap WNA asal Kanada tersebut.
"Dari anggota saya juga salah dari pihak ketiga ini terima uang kasusnya ditangani Propam dua orang (anggota)," ungkapnya.
Sebelumnya, seorang WNA asal Kanada bernama Stephane Gagnon (50) menjadi korban pemerasan oleh seorang anggota Divisi Hubungan Internasional (Divhubinter) Polri.
Kuasa Hukum Stephane Gagnon, Pahrur Dalimunthe mengatakan aksi pemerasan itu berawal dari kliennya yang diduga masuk sebagai buronan oleh negaranya atau daftar red notice.
Saat itu terdapat seorang makelar kasus (markus) yang menghampirinya di Bali dengan membawa surat red notice yang diduga tak sesuai persyaratan yang ada.
Lantas pelaku markus itu mengancam akan melakukan penangkapan dan meminta tebusan uang berjumlah Rp3 miliar.
"Jadi klien saya ini sudah 2020 di Bali. Punya usaha di Bali, anak istrinya ada di sini. Kemudian enggak tahu kenapa tiba-tiba di 2022 di bulan Februari ada yang mendatangi dia, kemudian bawa red notice. ‘Eh nama kamu Stephane kan, kamu ini masuk dalam red notice interpol. Kalau kamu enggakmau ditangkap bayar. Sejak awal angkanya sudah (minta) Rp3 miliar," katanya saat ditemui di bilangan Jakarta Selatan, Selasa (6/6/2023).
Lantas akibat rasa ketakutannya, sang WNA Kanada itu mengikuti kemauan sang markus dengan membayar sesuai kesanggupannya senilai Rp1 miliar.
Namun usai melakukan pembayaran itu, beberapa pekan kemudia sang WNA Kanada itu justru ditangkap oleh pihak Polda Bali pada 20 Mei 2023.
"Akhirnnya dia takut bayar secara bertahap. Tapi lama kelamaan masih tetap diminta, ya sudah engga benar, dia ditangkap.Terus tadi yang dia bilang ternyata tiba-tiba ditangkap, nah saat ditangkap orang ini datang lagi, kamu mau bebas enggak kalau mau bebas bayar lagi, tanggal 31 Mei dia bayar lagi totalnya Rp750 juta," kata Pahrur.
"Jadi ini tidak terputus. Jadi misalnya pernah suatu waktu oknum ini oknum anggota Polri dengan markus datang ke rumah klien kami. Jadi kalau dikatakan apakah yang memeras murni dengan orang markus atau midlle man ini mereka kerja sama," sambungnya. (raa/muu)
Load more