Jakarta, tvOnenews.com-Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menegaskan, tidak berkompromi dan senantiasa berkomitmen untuk melakukan pencegahan dan penindakan terhadap penyimpangan. Kemenkeu juga aktif berkoordinasi dengan instansi penegak hukum, termasuk Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Kepolisian, dan Kejaksaan, demi memastikan tuntasnya tindak lanjut penegakan hukum.
"Kami mengucapkan terima kasih kepada seluruh pihak yang secara konsisten membantu dan memberikan dukungan bagi Kemenkeu untuk terus berbenah, melakukan perbaikan, dan penguatan kelembagaan," kata Staf Khusus Menteri Keuangan Bidang Komunikasi Strategis Yustinus Prastowo dalam keterangan resmi di Jakarta, Jumat.
Saat ini, Kemenkeu turut melakukan tindak lanjut secara terukur, objektif, dan transparan serta disupervisi oleh Satuan Tugas Tindak Pidana Pencucian Uang (Satgas TPPU) di bawah arahan Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Kemenko Polhukam).
Pria yang akrab disapa Prastowo tersebut pun mengapresiasi koordinasi dan sinergi pencegahan dan penegakan hukum bersama KPK yang berjalan baik selama ini.
Terkait pemaparan Ketua KPK pada rapat kerja bersama Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) pada Rabu (7/6) mengenai data pegawai Kemenkeu yang terlibat transaksi mencurigakan, ia menyebutkan data tersebut merupakan kasus lama dan sejalan dengan hasil koordinasi selama ini bersama PPATK, KPK, dan Aparat Penegak Hukum (APH) lainnya.
Data yang dipaparkan tersebut merupakan informasi yang termasuk dalam transaksi janggal Rp349 triliun yang dikirimkan oleh PPATK ke APH, dimana sebagian besar sudah ditindaklanjuti, baik oleh Inspektorat Jenderal (Itjen) Kemenkeu maupun KPK.
Dalam paparannya, Ketua KPK hanya menyebutkan daftar 33 Laporan Hasil Analisis (LHA) PPATK terkait Kemenkeu dan Pajak, serta tidak menyatakan bahwa 16 orang tersebut merupakan pegawai Kemenkeu.
Ketua KPK sebut sembilan orang pegawai atau mantan pegawai Kemenkeu terlibat transaksi mencurigakan. (Foto: Antara)
Maka dari itu, Prastowo menjelaskan dari 16 nama tersebut, tujuh di antaranya bukan merupakan pegawai Kemenkeu, yakni Sukiman (mantan anggota DPR), Natan Pasomba dan Suherlan (mantan pegawai Dinas PU Kabupaten Pegunungan Arfak), Agus Susetyo, Aulia Imran Maghribi, Ryan Ahmad Rinas (konsultan pajak), serta Veronica Lindawati (swasta).
Adapun dari sembilan orang yang merupakan pegawai atau mantan pegawai Kemenkeu tersebut, lima orang di antaranya sudah berstatus terpidana, tiga orang berstatus tersangka, dan satu orang sebagai saksi.
Kesembilan orang dimaksud yakni Andhi Pramono (Pegawai Bea Cukai, masih dalam proses penyidikan), Eddi Setiadi (Mantan Kepala Karikpa Bandung Satu, Putusan Kasasi tahun 2010, 7 tahun 6 bulan penjara dan denda Rp200 juta, uang pengganti Rp565 juta), serta Istadi Prahastanto (Mantan Pegawai Bea Cukai, masih dalam proses penyidikan).
Kemudian, Heru Sumarwanto (Mantan Pegawai Bea Cukai, masih dalam proses penyidikan) serta Yul Dirga (Mantan Kepala KPP Penanaman Modal Asing Tiga, Putusan Kasasi tahun 2021, 7 tahun 6 bulan penjara dan denda Rp300 juta, uang pengganti 18.425 dolar AS, 14.400 dolar Singapura, dan Rp50 juta).
Lalu, Hadi Sutrisno (Mantan Pemeriksa Pajak Madya KPP Penanaman Modal Asing Tiga, Putusan Banding tahun 2020, 6 tahun penjara dan denda Rp200 juta), serta Yulmanizar (Mantan Pemeriksa Pajak Muda Direktorat Pemeriksaan dan Penagihan, berstatus saksi).
Selanjutnya, Wawan Ridwan (Mantan Pemeriksa Pajak Madya Direktorat Pemeriksaan dan Penagihan, Putusan Kasasi tahun 2023, 9 tahun penjara dan denda Rp200 juta, uang pengganti Rp2,37 miliar) serta Alfred Simanjuntak (Mantan Pemeriksa Pajak Madya Direktorat Pemeriksaan dan Penagihan, Putusan Kasasi tahun 2023, 8 tahun penjara dan denda Rp200 juta, uang pengganti Rp8,24 miliar).
Kecuali Andhi Pramono, Prastowo menyebutkan kasus yang melibatkan delapan pegawai atau mantan pegawai Kemenkeu tersebut terjadi dalam kurun waktu 2004-2019. (ant/bwo)
Load more