Jakarta, tvOnenews.com - Majelis hakim Mahkamah Konstitusi menyatakan menolak permohonan Para Pemohon pada sidang perkara gugatan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (Pemilu), sehingga sistem pemilu proporsional terbuka tetap berlaku.
"Menolak permohonan para Pemohon untuk seluruhnya," ucap Ketua Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi Anwar Usman ketika membacakan putusan di gedung Mahkamah Konstitusi RI, Jakarta Pusat, Kamis.
Dalam persidangan perkara nomor 114/PUU-XX/2022, Hakim Konstitusi Saldi Isra mengatakan bahwa para Pemohon mendalilkan penyelenggaraan pemilihan umum yang menggunakan sistem proporsional dengan daftar terbuka telah mendistorsi peran partai politik.
"Dalil tersebut hendak menegaskan sejak penyelenggaraan Pemilihan Umum 2009 sampai dengan 2019 partai politik seperti kehilangan peran sentral-nya dalam kehidupan berdemokrasi," ujar Saldi Isra.
Namun, satu hakim konstitusi berbeda pendapat atau dissenting opinion dalam putusan ini.
Hakim konstitusi tersebut adalah Arief Hidayat. Arief menilai permohonan pemohon harus dikabulkan untuk sebagian.
"Saya berpendapat bahwa permohonan pemohon beralasan menurut hukum untuk sebagian oleh karenanya harus dikabulkan sebagian," kata Arief di sidang MK, Kamis (15/6/2023).
Siapa hakim Arief Hidayat? Simak profil dan biodatanya!
Arief Hidayat dilantik oleh Presiden Joko Widodo menjadi Hakim Konstitusi periode 2018-2023 di Istana Negara pada 27 Maret 2018.
Arief Hidayat pernah menjabat sebagai Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) pada periode 2013-2016.
Setelah itu, Arief Hidayat menggantikan Hamdan Zoelva sebagai Ketua MK pada periode 2015-2017.
Ketua MK Hamdan Zoelva mengakhiri jabatannya pada 7 Januari 2015.
Seperti dilansir situs MKRI Arief Hidayat tak pernah membayangkan untuk menjabat sebagai hakim konstitusi.
Guru Besar Ilmu Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Diponegoro tersebut mengisahkan tak pernah sekalipun terlintas dalam pikirannya untuk duduk dalam posisinya sekarang sebagai seorang hakim konstitusi.
Sedari kecil, ia hanya memiliki satu cita-cita, yakni menjadi seorang pengajar.
Namun ketika ditanya alasannya mendalami ilmu hukum, Arief mengungkapkan sejak SMU, kecenderungan dalam dirinya tertarik pada pelajaran ilmu pengetahuan sosial.
“Saya selalu tertarik pada kasus-kasus penegakan hukum terutama karena saat itu masih ada rezim otoriter. Nama-nama seperti Yap Thiam Hien, Suardi Tasrif dan Adnan Buyung menginspirasi saya untuk kuliah fakultas hukum, padahal tadinya saya berniat untuk kuliah di fakultas ilmu politik. Tapi setelah menjadi guru besar, saya memahami kalau ilmu hukum tidak bisa terlepas dari ilmu politik,” kenang pria kelahiran 3 Februari 1956. (ebs)
Load more