Jakarta, tvOnenews.com-Salah satu anggota Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi (Dewas KPK) Albertina Ho mendadak menjadi perbincangan kembali setelah membongkar dugaan tindak pidana pungutan liar (pungli) di Rumah Tahanan (Rutan) KPK. Diduga pejabat Rutan KPK menerima pungli dari para tahanan kasus korupsi senilai hingga Rp 4 miliar.
Sejatinya, Albertina Ho adalah pendekar keadilan sejak lama. Gayus Halomoan Partahanan Tambunan, pegawai Direktorat Jenderal Pajak itu dijebloskan ke penjara
oleh Arbentina Ho setelah dibebaskan oleh Pengadilan Negeri Tangerang dan membuka blokir rekening dana Rp 25 miliar yang berasal dari hasil korupsi. Ketika itu rasa keadilan masyarakat terusik ketika seorang pegawai golongan IIIA memiliki kekayaan lebih dari Rp 100 miliar. Bahkan, di tengah pengusutan perkara pajak PT Surya Alam Tunggal (SAT) yang merugikan negara Rp 570 juta di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Gayus justru dapat pelesiran ke Bali.
Di tangan Albertina kasus korupsi pajak ini dibuka hingga terang benderang. Jaksa Cirus Sinaga dan Fadel Regan yang diduga merekayasa kasus diseret ke pengadilan untuk menjadi saksi tambahan dalam perkara mafia hukum oleh wanita kelahiran Maluku Tenggara pada 1 Januari 1960 itu. Sebelumnya, hakim-hakim yang mengadili terdakwa-terdakwa lain yang terlibat perkara mafia hukum tidak pernah mau memanggil Cirus dan Fadel. Padahal, peran keduanya sangat signifikan terkait dibebaskannya Gayus oleh Pengadilan PN Tangerang dan dibukanya blokir dana Rp 25 miliar yang berasal dari hasil korupsi.
Walhasil, pemanggilan Cirus berpotensi mengungkap siapa-siapa lagi yang terlibat mafia hukum di tubuh institusi penegak hukum. Pada akhirnya, Gayus divonis tujuh tahun penjara dan denda Rp 300 juta atau subsider 3 bulan kurungan. Selain Gayus Tambunan, jaksa Cirus juga harus mendekam di penjara setelah diputus bersalah oleh Albertina Ho.
Jejak ketegasan Albertina terlihat ketika menangani kasus pembunuhan Nasrudin Zulkarnaen dengan terdakwa Sigid Haryo Wibisono. Kasus ini dinilai cukup sensitif karena melibatkan Ketua Komisi Pemberantas Korupsi (KPK) Antasari Azhar. Namun, siapapun oknumnya, siapapun hakim yang berseberangan dengannya, Albertina dengan tegas menyatakan bahwa terdakwa harus dihukum berat karena secara tidak langsung turut merencanakan pembunuhan.
Perjuangan Albertina sudah dimulai sejak dirinya berumur 5 tahun. Di usia yang sangat belia ini, Albertina kecil sudah harus berpisah dengan orang tuanya. Bukan karena alasan biasa, namun justru demi menempuh pendidikan yang lebih baik. Dobo, Maluku Tenggara, dianggap tak bisa memenuhi pendidikan yang dibutuhkannya, sehingga sang nenek mengirimnya ke Ambon, Maluku.
Wanita kelahiran 1 Januari 1960 sejak sekolah dasar harus menumpang di rumah saudara, itupun tak gratis. Selama sekolah, Albertina tak bisa sepenuhnya berkonsentrasi karena harus menjaga warung kelontong di Pasar Ambon dan pernah jadi pelayan warung kopi demi membiayai hidup.
Fakultas Hukum Universitas Gajah Mada-lah yang menempa kemampuan dasar Albertina di bidang hukum. Sebelum menjadi hakim, Albertina lebih tertarik untuk menjadi dosen. Selepas kuliah dengan melamar di Universitas Brawijaya, Malang.
Albertina pertama bertugas sebagai hakim di Pengadilan Negeri Slawi, Tegal, Jawa Tengah. Cerita bermula kala ia harus banting kemudi karena persoalan finansial. Ia pun melamar sebagai Calon Hakim di Pengadilan Negeri Yogyakarta.
Tahun 2005 menjadi masa istimewa bagi Albertina, karena kiprahnya kini mulai menaungi dunia hukum nasional. Prestasinya membawanya ke kursi Sekretaris Wakil Ketua Mahkamah Agung Bidang Yudisial (Marianna Sutadi), yang dijabatnya sampai 2008.
Saat itu Albertina dikenal tegas. Walau tidak menangani perkara hukum secara langsung, Albertina dikenal tanpa pandang bulu menolak 'tamu' yang ingin menemui Marianna, dengan alasan larangan hakim bertemu dengan pihak yang berpekara.
Sayangnya, karir Albertina di dunia hukum nasional tak berlangsung lama. Wanita ini dimutasi ke Pengadilan Negeri Sungai Liat, Bangka Belitung. Mutasi ini sempat memicu kontroversi dan mengundang berbagai pertanyaan, karena Albertina justru dipindahtugaskan saat karirnya sedang meningkat dan sukses menangani berbagai masalah hukum berat, hingga akhirnya Presiden Jokowi mengangkat Albertina sebagai anggota Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi. (bwo)
Load more