Jakarta, tvOnenews.com - Kasus dugaan kebocoran dokumen Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait penyelidikan dugaan korupsi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) masih terus berlanjut.
Kini status kasus tersebut sudah naik ke tahap penyidikan.
Kapolda Metro Jaya, Irjen Karyoto mengatakan pihaknya sampai kini masih terus melakukan penyidikan demi mencari tersangka di kasus tersebut.
"Memang setelah dilakukan pemeriksaan awal, kami memang sudah menemukan adanya peristiwa pidana," kata Karyoto usai acara Bakti Sosial Polda Metro Jaya, Selasa (20/6/2023).
Karyoto mengungkap dalam penyidikan yang tengah dilakukan jajarannya ini berbeda dengan pemeriksaan etik yang dilakukan oleh Dewan Pengawas KPK.
Sebelumnya ia mengaku telah bertemu dengan Denwas KPK guna membeberkan temuan penyidik polri.
"Kita tidak bisa memaksa, karena di sana kan sukarela. Kalau kami ada teknik teknik untuk mencari dokumen," lanjut Karyoto.
Ia beranggalan ada beberapa pihak yang kini tengah dalam proses pemeriksaan.
Karyoto menyebut ada 10 laporan kebocoran dokumen yang dilaporkan.
Ia mengaku mengetahui banyak hal tersebut lantaran pernah menjadi Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK.
Tak hanya itu, menurutnya ada juga beberapa pihak yang kini tengah menjadi target dalam penyidikan kasus ini.
"Buktinya apa? Bahwa ada informasi yang kita dapatkan yang ternyata informasi itu masih dalam proses penyelidikan di KPK," jelas Karyoti.
"Ada pihak-pihak yang sedang menjadi target-target dalam penyelidikan itu," sambungnya.
Karyoto menegaskan bahwa dokumen yang sebelumnya berstatus rahasia, kini sudah tidak rahasia karena dimiliki oleh pihak-pihak itu.
"Artinya, barang yang tadinya rahasia menjadi tidak rahasia ketika sudah dipegang oleh pihak-pihak yang menjadi objek penyelidikan. Jelas," ungkap dia.
Lembaga Pengawasan, Pengawalan, dan Penegakan Hukum Indonesia (LP3HI) selaku pelapor, juga sebelumnya telah mengungkapkan kasus kebocoran dokumen itu kini sudah naik ke tahap penyidikan.
LP3HI mengetahui informasi itu karena sudah diperiksa oleh penyidik Polda Metro Jaya.
"Jadi tahapnya sudah dinaikkan penyidikan. Setelah penyelidikan, Selasa lalu saya dipanggil lagi ke Polda Metro untuk menjalani pemeriksaan tahap penyidikan," kata Wakil Ketua LP3HI Kurniawan Adi Nugroho saat dihubungi, Minggu (18/6/2023).
Adapun dugaan kebocoran dokumen penyelidikan korupsi di Kementerian ESDM dilaporkan oleh LP3HI pada 11 April 2023. Laporan itu teregistrasi dengan nomor LP/B/1951/IV/2023/SPKT/Polda Metro tertanggal 11 April 2023.
Sebelumnya, Polda Metro Jaya menaikkan ke tahap penyidikan karena ditemukan unsur peristiwa pidana.
"Jadi begini ya dalam sebuah penanganan laporan tentang dugaan perbuatan pidana kami wajib menindaklanjuti semua bentuk laporan, " kata Kapolda Metro Jaya Irjen Pol Karyoto saat ditemui di Jakarta, Selasa.
Naiknya perkara ke tahap penyidikan adalah tindak lanjut dari banyaknya laporan yang masuk ke Polda Metro Jaya.
Dengan demikian ada keyakinan penyidik yang telah menemukan adanya peristiwa pidana, jelas Karyoto.
"Dari laporan kalau tidak salah lebih dari sepuluh laporan tentang kebocoran informasi di ESDM. Yang saat itu saya masih menjabat deputi di situ sehingga saya sedikit banyak tahu tentang itu," kata dia.
Namun demikian, dalam perkara ini penyidik Polda Metro Jaya belum menetapkan adanya tersangka.
Meskipun kasus tersebut telah naik ke tahap penyidikan usai ditingkatkan dari penyelidikan.
Dihentikan, Dewas KPK Sebut Tidak Cukup Bukti
Kasus bocornya dokumen rahasia negara yang seret nama Ketua KPK Firli Bahuri dihentikan, Dewan Pengawas (Dewas) KPK sebut tidak cukup bukti.
Dewas KPK memutuskan untuk tidak melanjutkan kasus dugaan kebocoran surat perintah penyelidikan kasus korupsi tunjangan kinerja di Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) ke sidang etik.
"Yang menyatakan Firli Bahuri melakukan pelanggaran kode etik dan kode perilaku tentang membocorkan rahasia negara kepada seseorang adalah tidak terdapat cukup bukti untuk dilanjutkan ke sidang etik," ujar Ketua Dewas KPK Tumpak Hatorangan Panggabean, Senin (20/6/2023).
Tumpak menjelaskan putusan tersebut merupakan hasil klarifikasi Dewas KPK terhadap 30 orang baik di kalangan internal maupun eksternal KPK.
Pemeriksaan Dewas KPK tersebut melingkupi penilaian terhadap dugaan pelanggaran kode etik dan kode perilaku KPK oleh para terlapor.
"Tidak mencakup penilaian ada atau tidak adanya peristiwa pidana yang dilakukan," jelasnya.
Setelah melakukan klarifikasi, kata dia, Dewas KPK menyimpulkan video yang beredar pada akun Twitter Rakyat Jelata benar merupakan rekaman penggeledahan oleh penyidik KPK pada tanggal 27 Maret 2013 di Kantor Kementerian ESDM.
Tumpak mengungkapkan tiga lembar kertas yang ditemukan saat penggeledahan tersebut tidak identik dengan hasil telaah informasi penyelidik KPK.
"Tidak ditemukan adanya komunikasi antara Muhammad Idris Sihite dengan Firli Bahuri dan tidak ditemukan adanya komunikasi Menteri Arifin Tasrif Menteri ESDM yang memerintahkan Muhammad Idris Prayoto Sihite untuk menghubungi Firli Bahuri," ungkapnya.
Sebelumnya, Tumpak mengatakan terdapat rekaman video berdurasi 5 menit antara penyidik dan tim penyelidik dengan seorang pejabat di Kementerian ESDM pada penggeledahan di hari Senin, 27 Maret 2023 lalu.
Dalam video tersebut, terdapat kabar ada dokumen berisi informasi terkait penyelidikan yang diperoleh dari Ketua KPK Firli Bahuri.
Tumpak menyebut saat penggeledahan penyidik menemukan tiga lembar kertas tanpa judul yang bagian atasnya tertulis.
"Dugaan TPK berupa penerimaan hadiah atau janji oleh penyelenggara negara terkait pengurusan ekspor produk pertambangan hasil pengolahan minerba," jelasnya.
Kertas tersebut berisi nama-nama pihak yang ada di Kementerian ESDM dan nama-nama perusahaan.
Kepala Biro Hukum Kementerian ESDM Idris Sihite menegaskan pihaknya tidak pernah menerima bocoran dokumen dari pimpinan KPK berinisial F.
"Saya ingin sampaikan klarifikasi agar gaduh-gaduh soal bocornya dokumen KPK yang disebut-sebut saat penggeledahan di Kementerian ESDM beberapa hari terakhir ini bisa diluruskan," ujar Idris, Kamis (13/4/2023) lalu.
Idris menjelaskan yang ditemukan bukan dokumen, tapi hanya surat kaleng biasa. Tidak ada lembaga resmi yang membuat dokumen tersebut serta tanpa format jelas.
"Tidak bisa disebut dokumen wong itu hanya kertas tiga lembar. Isinya juga tidak jelas. Berisi daftar nama perusahaan," kata dia.
Load more