Jakarta, tvOnenews.com - Ratusan tenaga kesehatan (nakes) berunjuk rasa menolak pengesahan Rancangan Undang-undang (RUU) Kesehatan menjadi undang-undang dalam Rapat Paripurna DPR RI di depan gedung DPR/MPR RI, Jakarta Pusat, Selasa (11/7/2023).
Bahkan ratusan nakes yang tergabung dalam sejumlah organisasi profesi ini kembali menyatakan rencana mogok kerja seandainya undang-undang disahkan.
Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) Harif Fadhillah menyebut pihaknya sudah berkoordinasi terkait rencana mogok kerja itu.
"PPNI sudah rapat kerja nasional di tanggal 9-11 Juni yang lalu di Ambon. Sudah menyepakati salah satu opsinya adalah mogok nasional," kata Harif kepada wartawan.
Menurutnya PPNI disebut bakal berkoordinasi dengan organisasi profesi tenaga kerja kesehatan lainnya yang turut menolak keras RUU Kesehatan sejak awal.
Namun demikian, Harif menyebut bahwa aksi mogok kerja nasional itu tak akan diikuti oleh nakes yang berperan krusial.
"Kami sudah sepakati mogok kerja itu, kecuali di tempat-tempat yang critical, seperti ICU, Gawat Darurat, kamar bedah, untuk anak-anak yang emergency itu tidak kita lakukan," tutur Harif.
Puan Sarankan Tempuh Jalur Hukum
Menurutnya, langkah tersebut sah-sah saja dan dijamin oleh konstitusi.
"Namun kalau kemudian merasa atau dianggap hal itu belum cukup, kita kan punya tempat lain untuk kemudian menampung aspirasi tersebut melalui MK, jadi silakan saja, ini negara hukum," kata Puan Maharani di kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa (11/7/2023).
Organisasi profesi juga bisa menyampaikan aspirasi atau keberatannya kepada pemerintah melalui Kementerian Kesehatan.
Menurut Puan, pemerintah dapat mengakomodasi aspirasi atau keberatan mereka dalam peraturan turunan dari omnibus law UU Kesehatan.
Puan menekankan, pembahasan UU Kesehatan dilakukan secara transparan dan komprehensif dengan mengedepankan dengan prinsip kehati-hatian, termasuk telah melibatkan partisipasi publik dan berbagai elemen, seperti kalangan dunia kesehatan dan medis.
"Dalam pembahasan UU Kesehatan, DPR telah melibatkan seluruh pemangku kepentingan, termasuk dari masyarakat secara umum, sebagai bentuk keikutsertaan publik di penyusunan UU ini. Tentunya partisipasi publik telah memperkaya wawasan untuk penyempurnaan konsepsi UU Kesehatan," kata Puan.
Konsultasi publik, katanya, telah dilakukan DPR dengan melibatkan berbagai organisasi masyarakat, organisasi profesi, akademisi, asosiasi penyedia layanan kesehatan, lembaga keagamaan dan lembaga think tank.
Puan menyebut, UU Kesehatan juga telah melalui tahap sosialisasi dan konsultasi publik yang dilakukan oleh Pemerintah.
“DPR RI bersama Pemerintah sangat mempertimbangkan pelibatan masyarakat dan pemangku kepentingan demi menjaga keterbukaan dan partisipasi bermakna (meaningfull participation) dari masyarakat, yaitu hak untuk didengar, hak untuk dipertimbangkan, dan hak untuk diberikan penjelasan. Masukan-masukan dari berbagai elemen masyarakat tersebut tentunya telah diakomodasi dan dipertimbangkan secara seksama di dalam UU tentang Kesehatan ini,” pungkasnya.(viva/muu)
Load more