Jakarta, tvOnenews.com - PT Hitakara kembali mendesak Majelis Hakim Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Surabaya dapat membatalkan putusan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) PT Hitakara yang sangat kuat aroma suapnya.
Permintaan itu disampaikan Kuasa Hukum PT Hitakara melalui sebuah surat kepada tiga majelis hakim yakni Majelis Hakim Perkara Perdata, Up Sutarno, I Ketut Tirto dan Gunawan Tri Budiono.
Dalam surat bernomor, Ref.no:013/TIM.ADV-Hitakara/2023 tanggal 18 Juli 2023, tim kuasa hukum menduga bahwa putusan PKPU tersebut dibuat atas dasar persengkongkolan jahat dan patut diduga ada indikasi suap. Selain itu, utang yang dijadikan dasar pengajuan PKPU juga diduga palsu, dan saat ini sedang dalam proses pidana di Mabes Polri.
“Sampai dengan dibuatnya surat ini, baik tim pengurus maupun hakim pengawas sama sekali tidak menunjukkan itikad baik dan upaya untuk menghentikan dan menyelesaikan kekacauan yang terjadi terkait perkara PKPU klien kami."
"Klien kami telah mengajukan keberatan berkali-kali dan telah mengajukan permohonan pencabutan PKPU berkali-kali, namun tetap tidak ada tanggapan ataupun tindakan nyata dari tim pengurus, hakim pengawas dan majelis hakim untuk menyelesaikan persoalan hukum yang ada,” tulis Andi Syamsurizal Nurhadi, Rabu (19/7/2023).
Dalam surat, itu Andi menambahkan, pihaknya telah berulang kali mengirimkan surat permohonan pencabutan PKPU, yang terakhir melalui surat No. 015/TA.HITAKARA/PKPU/VII/2023 terlanggal 14 Juli 2023.
“Majelis hakim belum juga melakukan pemeriksaan terhadap permohonan pencabutan PKPU yang sudah kami sudah diajukan berkali kali padahal waktu sudah sangat mendesak. Perlu kamî sampaikan bahwa masa PKPU akan berakhir tanggal 21 Juli 2023. Apabila PKPU tidak dicabut, maka klien kami bisa jadi pailit, sementara hutang yang dijadikan dasar pengajuan PKPU sangat patut diduga adalah palsu,” tambahnya.
Hal ini terbukti dengan meningkatnya status laporan polisi yang dilaporkan para pemohon PKPU, dimana sekarang sudah ditingkatkan menjadi tahap penyidikan.
“Apa jadinya apabila klien kami menjadi pailit, padahal utang yang dijadikan dasar sehingga menjadi pailit ternyata palsu dan para pemohon PKPU dinyatakan terbukti mengajukan tagihan palsu,” ungkap Andi pula
Dia menambahkan bahwa telah diadakan rapat kreditur pada 17 Juli 2023 dengan agenda pembahasan perselisihan tagihan. Ini sangat aneh dan tidak wajar karena pembahasan tagihan sudah selesai jauh hari sebelumnya.
Justru perlu diperlanyakan mengapa tim pengurus dan hakim pengawas membuat agenda rapat yang sebenarnya tidak penting dan tidak diperlukan.
“Seharusnya yang segera diagendakan adalah mengenai pembahasan permohonan pencabutan PKPU yang diajukan oleh klien kami, dimana sepatutnya hakim pengawas dan tîm pengurus menyampaikan pendapat dan rekomendasinya yang selanjutnya disampaikan kepada majelis hakim,” jelasnya.
Andi menjelaskan, sampai kini tim pengurus dan hakim pengawas tidak menerbitkan Daftar Piutang Tetap (DPT), walapun proses PKPU akan segera berakhir. Hal ini membuktikan tim pengurus dan hakim pengawas menyadari pemohon PKPU bukanlah kreditur PT Hitakara.
Tim kuasa hukum juga menjelaskan, tidak ada alasan apapun bagi para pemohon PKPU untuk mengajukan permohonan PKPU, serta tidak ada alasan apapun bagi majelis hakim untuk mengabulkan permohononan PKPU.
Namun, ternyata tim pengurus dan hakim pengawas tidak mau menentukan sikap mendukung/merekomendasikan pencabutan PKPU.
“Perlu kami sampaikan kembali bahwa para pemohon PKPU telah dilaporkan ke Mabes Polri dan sekarang sudah dalam tahap penyidikan dan kami yakin akan segera dijadikan tersangka karena kami pun yakin dari bukti-bukti yang ada dugaan tindak pidana yang dilaporkan oleh klien kami sudah terbukti,” papar Andi.
“Karena itu tidak beralasan apabila Daftar Piutang Tetap (DPT) dikeluarkan. Apabila DPT tetap dikeluarkan oleh hakim pengawas dan/atau hakim pengawas tetap tidak mau mengajukan sikapnya mencabut/membataIkan/mengakhiri PKPU dengan tanpa kepailitan, maka patut diduga hakim pengawas melakukan persekongkolan jahat dan patut juga diduga ada tindak pidana suap dalam perkara PKPU PT Hitakara,” tambah Andi.
Andi melanjutkan, pihaknya juga mempertanyakan mengapa tim pengurus dan hakim pengawas tidak mau memberikan rekomendasi terkait pencabutan PKPU yang diajukan.
“Apa kepentingan dari tim pengurus dan hakim pengawas? Bukankah seharusnya tim pengurus dan hakim pengawas memberikan sikap dan rekomendasinya terhadap permohonan pencabutan PKPU yang diajukan oleh Klien kami? Tim pengurus dan hakim pengawas sepatutnya sudah mengetahui bahwa majelis hakim memerlukan pendapat/rekomendasi/permintaan dari hakim pengawas dalam memeriksa dan memutus permohonan pencabutan PKPU."
"Hal ini semakin menguatkan dugaan tentang adanya persekongkolan jahat antara hakim pengawas, tim pengurus PKPU, para pemohon PKPU dan kuasa hukum para pemohon PKPU dan sangat patut untuk diduga bahwa ada tindak pidana suap di dalamnya,” kata Andi.
Bahkan menurut Andi, hakim pengawas telah lalai melakukan pengawasan terhadap tim pengurus PKPU atau setidaknya telah melakukan pembiaran atau mungkin saja telah terjadi dugaan persekongkolan jahat antara hakim pengawas, tim pengurus, para pemohon PKPU dan kuasa hukum para pemohon PKPU karena sudah lebih kurang 265 hari sejak berlangsungnya PKPU tidak ada hasil dan pihaknya sangat dirugikan.
Atas dasar itu dan guna menjamin adanya perlindungan hukum dan kepastian hukum bagi PT Hitakara selaku termohon PKPU, pihaknya meminta kembali kepada majelis hakim untuk segera mengambil langkah-langkah dan tindakan yang diperlukan agar majelis hakim dapat segera memproses dan mengabulkan permohonan pencabutan PKPU yang diajukan.
“Ini demi menghindari persoalan hukum yang semakin rumit dan untuk menghentikan terjadinya kerugian yang lebih besar yang akan dialami oleh klien kami apabila status PKPU tidak segera dicabut. Selama PKPU belum dicabut, maka demi keadilan dan demi penegakan hukum, maka klien kami selama-lamanya tidak berdasar hukum untuk dinyatakan pailit,” pungkas Andi.
Diketahui, Tim kuasa hukum PT Hitakara sendiri telah melayangkan surat ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Komisi Yudisial (KY) hingga Mahkamah Agung (MA) terkait Putusan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) PT Hitakara yang kuat akan dugaan suap.
Tim kuasa hukum PT Hitakara menyurati, KPK, KY dan MA guna mengadukan proses putusan pengadilan terkait permohonan atau PKPU dari Linda Herman dan Tina Poada. Menurut tim kuasa hukum Hitakara, seharusnya PKPU ditolak karena tidak terbukti.
Load more