Jakarta, tvOnenews.com - Majelis Kehormatan Hakim (MKH) menjelaskan mengapa mereka menolak pembelaan hakim nonaktif Dede Suryaman yang terseret kasus suap Rp300 juta kasus korupsi proyek Jembatan Brawijaya Kediri yang melibatkan Wali Kota Kediri, Samsul Ashar.
Ketua Majelis Hakim, Desnayati menegaskan bahwa Dede sudah melanggar kode etik dan perilaku hakim.
"Sehingga tidak dapat mematahkan kesimpulan dan rekomendasi dari tim pemeriksa badan pengawasan Mahkamah Agung (MA) RI, maka pembelaan dari hakim terlapor harus ditolak," ujarnya, di Gedung MA, Jakarta Pusat, Rabu (9/8/2023).
Desnayati juga menjelaskan bahwa pihaknya mempertimbangkan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009 tentang perubahan kedua atas Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung.
Kemudian Undang-Undang Nomor 49 Tahun 2009 tentang peradilan umum. Serta Undang-undang Nomor 22 Tahun 2004 tentang Komisi Yudisial sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2011 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2004 tentang Komisi Yudisial (KY) RI bersama Ketua MA RI dengan Ketua KY RI tentang kode etik perilaku hakim.
"Peraturan bersama Mahkamah Agung dan Komisi Yudisial tentang panduan penegakan kode etik dan pedoman perilaku hakim dan surat keputusan bersama dan Komisi Yudisial tentang cara pembentukan kata kerja dan tata cara pengambilan keputusan majelis," jelas dia.
Sebelumnya, Ketua Majelis Hakim, Desnayeti memutuskan, untuk memecat Dede secara tidak terhormat. Hal ini diungkapkan saat sidang MKH di Gedung Mahkamah Agung, Jakarta Pusat, Rabu (9/8/2023).
"Menjatuhkan sanksi kepada hakim terlapor dengan sanksi berat berupa pemberhentian dengan tidak terhormat," kata dia.
Keputusan ini diambil lantaran Dede Suryaman terbukti sudah melanggar kode etik perilaku hakim karena menerima suap guna meringankan putusan terdakwa korupsi, Wali Kota Kediri, Samsul Ashar pada 2021 lalu. (agr/ree)
Load more