Niam menjelaskan bahwa Fatwa MUI Nomor 4 Tahun 2003 tentang Standardisasi Halal menyebutkan empat kriteria penggunaan nama dan bahan, antara lain tidak boleh mengonsumsi dan menggunakan nama dan atau simbol-simbol makanan dan atau minuman yang mengarah kepada kekufuran dan kebatilan.
Kriteria berikutnya yakni tidak boleh mengkonsumsi dan menggunakan nama dan atau simbol-simbol makanan atau minuman yang mengarah kepada nama-nama benda/binatang yang diharamkan, termasuk babi dan khamr, kecuali yang telah mentradisi dan dipastikan tidak mengandung unsur-unsur yang diharamkan seperti nama bakso, bakmi, bakwan, bakpia, dan bakpao.
Menurut Fatwa MUI, tidak boleh pula mengkonsumsi dan menggunakan bahan campuran bagi komponen makanan atau minuman yang menimbulkan rasa/aroma benda-benda atau binatang yang diharamkan, misalnya mi instan rasa babi.
Fatwa MUI juga menyebutkan bahwa tidak boleh mengkonsumsi makanan atau minuman yang menggunakan nama-nama makanan atau minuman yang diharamkan seperti whisky, brandy, dan beer.
Sementara itu, Fatwa MUI Nomor 10 Tahun 2018 tentang produk makanan dan minuman yang mengandung alkohol/etanol menyebutkan bahwa minuman beralkohol yang masuk kategori khamr adalah minuman yang mengandung alkohol/etanol (C2H5OH) sebanyak 0,5 persen.
Kepala Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) Kementerian Agama Aqil Irham menegaskan bahwa lembaganya tidak pernah menerbitkan sertifikat halal untuk produk wine.
"Terkait informasi adanya penjualan online produk wine dengan merk Nabidz yang diklaim telah bersertifikat halal, kami perlu tegaskan bahwa BPJPH tidak pernah menerbitkan sertifikat halal bagi produk wine," katanya.
Load more