“Semuanya sudah disepakati. Rakyatnya sudah setuju dalam pertemuan pada tanggal 6. Itu rakyatnya yang hadir sekitar 80 persen sudah setuju semua. Itu yang kemudian belum terinformasikan sehingga orang-orang (terjadi bentrokan) ya ada provokatornya juga. Buktinya delapan orang ditangkap," katanya.
“Itu tidak pernah Anda beritakan bahwa mereka akan direlokasi ke daerah terdekat di dekat pantai, mendapat tanah 500 meter, jumlahnya 1.200 KK. Itu di atas tanah 2.000 hektare," lanjutnya.
Dengan demikian, kata dia, yang masuk dalam MoU itu 17.500 hektare, yang dipakai investasi itu untuk pengembangan usaha sebesar 2.000 hektare dan 1.200 KK diberi tadi ganti rugi, relokasi dan sebagainya.
Rencana pengembangan Rempang Eco-City mencuat pada 2004. Saat itu, pemerintah, melalui BP Batam dan Pemerintah Kota Batam, menggandeng PT Makmur Elok Graha menandatangani perjanjian kerja sama.
Dalam perkembangannya, proyek ini masuk daftar Proyek Strategis Nasional 2023. Hal itu tertuang dalam Permenko Bidang Perekonomian RI Nomor 7 Tahun 2023 tentang Perubahan Ketiga Atas Peraturan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian RI Nomor 7 Tahun 2021 tentang Perubahan Daftar Proyek Strategis Nasional.
Aturan itu diteken oleh Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto pada 28 Agustus 2023 lalu.
Mengutip situs BP Batam, kawasan ekonomi ini rencananya dikembangkan di lahan seluas 7.572 hektare atau sekitar 45,89 persen dari total luas Pulau Rempang 16.500 hektare.
Pengembangan Pulau Rempang mencakup kawasan industri, perdagangan, hingga wisata yang terintegrasi di sana agar bisa bersaing dengan negara tetangga, Singapura dan Malaysia.
BP Batam memperkirakan investasi pengembangan Pulau Rempang mencapai Rp381 triliun dan akan menyerap 306 ribu tenaga kerja hingga 2080. Hal ini diharapkan bisa berdampak positif pada pertumbuhan ekonomi setempat.
Kawasan Rempang juga akan menjadi lokasi pabrik kaca terbesar kedua di dunia milik perusahaan China Xinyi Group. Investasi proyek itu diperkirakan mencapai US$11,6 miliar atau sekitar Rp174 triliun.
Load more