"Pertama, soal ke-NU-an serta kehidupan berbangsa dan bernegara. Kedua, isu-isu domestik atau persoalan di dalam negeri. Ketiga, berkaitan dengan masalah-masalah global," kata Gus Ulil.
Terkait isu yang pertama, lanjut Gus Ulil, merupakan konsep yang sengaja dibuat secara spesifik untuk memberikan panduan kepada warga NU menghadapi pemilihan umum (pemilu), baik pemilihan legislatif (pileg) maupun pemilihan presiden (pilpres).
Berbagai rumusan untuk memutuskan rekomendasi mengenai kehidupan berbangsa dan bernegara itu dibagi menjadi tiga hal.
Pertama, NU akan senantiasa menggunakan politik tingkat tinggi yang dilandasi nilai-nilai dan bukan hasrat kepentingan sementara. Kedua, hubungan antara ulama dengan umara yang persoalannya akan dibahas di Komisi Bahtsul Masail Maudlu'iyah pada Munas Alim Ulama.
"(Rekomendasi terkait relasi ulama-umara) ini sifatnya menguatkan untuk komunikasi ke luar," ucap Gus Ulil.
Ketiga, kontekstualisasi tradisi. Dalam hal ini, kitab kuning yang diharapkan bisa lebih responsif terhadap masalah-masalah kekinian, misalnya soal konsep negara-bangsa yang tidak ada lagi penyebutan kafir melainkan dipandang setara sebagai warga negara. Hal ini merujuk pada keputusan Munas-Konbes NU di Banjar, Jawa Barat.
"Sebutan kafir kurang tepat lagi. Ini kaitan dengan kehidupan berpolitik," jelas Gus Ulil, salah satu ketua PBNU itu.
Load more