Jakarta, tvonenews.com - Pascabentrokan antara warga dan aparat yang terjadi di Pulau Rempang pada 7 September lalu, ratusan organisasi berbasis warga melayu angkat suara. Tak hanya seruan, kecaman, protes, bahkan beberapa diantaranya melakukan aksi turun ke jalan.
"Peristiwa tanggal 7 September 2023 di Rempang juga telah berimplikasi pada sejumlah hal khususnya berkaitan dengan amarah publik. Akibat video brutalitas yang dilakukan oleh aparat gabungan sehingga menimbulkan beberapa jumlah korban," demikian dikutip dari laporan publikasi bertajuk "Keadilan Timpang di Pulau Rempang", temuan awal investigasi atas peristiwa kekerasan dan pelanggaran HAM 7 September di Pulau Rempang, Selasa (19/9/2023).
(Cover publikasi hasil investigasi 9 lembaga pemerhati HAM pada bentrokan di Pulau Rempang, 9 September 2023)
Dalam laporan itu, sembilan lembaga pemerhati HAM ini juga mengkhawatirkan gejala-gejala yang terjadi dan mengarah pada konflik lanjutan yang diprediksi akan berlangsung berlarut-larut.
"Ciri-ciri tersebut misalnya terlihat dari sentimen kesukuan atau ras yang terbangun yakni melayu yang diposisikan sebagai korban," demikian dikutip dari publikasi tersebut.
Sementara informasi dari lapangan, terbaru, Aliansi Ormas Melayu Kota Dumai menggelar aksi solidaritas yang dihadiri oleh 57 aliansi Melayu sebagai bentuk dukungan kepada warga Pulau Rempang dan Galang yang tengah menghadapi konflik terkait relokasi terkait Proyek Strategis Nasional (PSN) Eco City.
Aksi ini berlangsung di Lapangan Taman Bukit Gelanggang Kota Dumai pada hari Senin, 18 September 2023, pukul 09.00 WIB.
"Ayo, kita bersatu sebagai satu suara untuk melawan pembangunan di Pulau Rempang yang mengancam hak-hak warga Melayu. Kami menolak pembangunan ini dan akan terus berjuang bersama warga kami," tegas salah satu pemimpin aliansi dalam orasinya.
(Unjuk rasa warga melayu Dumai protes kekerasan pada warga Pulau Rempang. Seumber: tim tvone)
Load more