Listyo juga mengungkapkan kronologi bentrokan yang pecah antara warga dengan aparat keamanan yang tengah melakukan pengamanan pemasangan patok pada pembangunan Rempang Eco Park.
Menurutnya, bentrokan tersebut terjadi usai akibat sejumlah warga Pulau Rempang menolak proses relokasi yang terjadi.
"Jadi sebagaimana instruksi dari Bapak Presiden bahwa ada komunikasi yang mungkin tidak berjalan dengan baik terkait dengan proses rencana relokasi masyarakat yang ada di Pulau Rempang," kata Listyo.
"Kejadian beberapa waktu yang lalu sebenarnya sudah ada sosialisasi. Mungkin masyarakat masih belum semuanya memahami sehingga pada saat terjadi kegiatan pengukuran patok dalam rangka hanya memasang patok terjadi penutupan jalan dan kemudian eskalasinya meningkat sehingga terjadi bentrokan," sambungnya.
Meski mengakui adanya penggunaan gas air mata, namun Mabes Polri menolak disalahkan atas pengamanan yang berujung bentrokan dengan masyarakat di Pulau Rempang. Mabes Polri juga memastikan, tak ada korban jiwa dalam bentrokan antara warga dan aparat keamanan gabungan Polri-TNI, serta Satpol PP Otoritas Batam.
Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karo Penmas) Humas Mabes Polri Brigadir Jenderal (Brigjen) Ahmad Ramadhan menjelaskan, pengerahan personel antihuru-hara Polda Kepulauan Riau ke Pulau Rempang, Kamis (7/9/2023) adalah untuk perbantuan.
Menurut dia, BP Batam mengandalkan Satpol PP dalam melakukan pengamanan kawasan Pulau Rempang untuk proyek pembangunan Rempang Eco-City. Namun warga dikatakan menolak, dengan melakukan pemblokiran jalan-jalan utama ke kawasan tersebut.
Pihak kepolisian, bersama Korps Angkatan Laut (AL)-TNI, pun turun tangan untuk membuka blokade jalanan yang dilakukan oleh warga. Dan meminta masyarakat, untuk memberikan akses masuk aparat keamanan gabungan dalam membantu urusan Satpol PP dan BP Batam.
Akan tetapi, kata Brigjen Ramadhan, sikap keukeuh warga yang menolak mengakhiri blokade jalanan, berujung pada aksi yang dinilai aparat keamanan, anarkistis.
Load more