tvOnenews.com-"Genjer-genjer, esuk esuk pating keleler, diuntingi digawa nang pasar..."
Pada masa Orde Baru lagu Genjer-Genjer dipropagandakan sebagai lagu pengiring tarian Harum Bunga, yang dimainkan oleh Gerwani dan Pemuda Rakyat untuk mengiringi upacara pembantaian para jenderal di Lubang Buaya, Jakarta. Lirik "nang kedhokan pating kelelar" diubah jadi "genjer-genjer, esuk esuk pating keleler" disebut kode penculikan dan pembunuhan. Peristiwa ini digambarkan pada film Pengkhianatan G 30 S/PKI besutan Arifin C. Noer.
Tak hanya lagunya jadi hits nasional, tarian Genjer Genjer pun sangat disukai. Penampilan tarian Genjer Genjer di Hotel Indonesia pada 1965 (Sumber: Faiza Mardjoeki)
Genjer tumbuhan yang enak dimakan setelah direbus. Tumbuh di rawa rawa atau petakan petakan sawah. Bentuk daunnya menyerupai daun talas, tetapi kecil, berwarna hijau tua. Ini makanan kesukaan petani di Jawa hingga tapol di Pulau Buru. Biasanya sambil memburuh panen, petani mengumpulkan genjer untuk dibawa pulang.
Syair lagu "Genjer-Genjer" dimaksudkan sebagai sindiran atas masa pendudukan Jepang ke Indonesia. Pada saat itu, kondisi rakyat semakin sengsara dibanding sebelumnya. Bahkan ‘genjer’ (Limnocharis flava) tanaman gulma yang tumbuh di rawa-rawa sebelumnya dikonsumsi itik, tapi jadi santapan yang lezat akibat tidak mampu membeli daging.
Lagu Genjer-Genjer, lagu rakyat Banyuwangi mulai terkenal sekitar akhir tahun 1962. Lagu ini diberi notasi musik oleh M. Arief kemudian menjadi makin terkenal di Indonesia, melalui suara Bing Slamet. Arief adalah seorang petani yang piawai memainkan alat musik tradisional angklung. Dengan alat musik, ia menciptakan banyak lagu tentang kehidupan masyarakat sehari-hari dalam bahasa Indonesia dan bahasa daerah, bahasa Using.
Load more