Hersri mengalami hidup tertekan dengan feodalisme yang dipertahankan oleh pemerintah kolonial asing dan pribumi, Jistke merasakan kebabasan sejak kecil.
Hal yang paling berbeda dan berdampak dalam kehidupan mereka berdua adalah Jitske tinggal di Indonesia dengan paspor turis, sementara Hersri seorang eks tahanan politik kelas kakap yang pernah merasakan dibuang ke gulag Digul.
"Ternyata tekad lebih baik dari kata i love you yang sering saya ucapkan," ujar Jitske mencoba menjelaskan pilihan pilihannya yang tidak bisa disebut normal.
Bersama Hersri hidup Jistke memang berubah drastis. Dalam buku Kenang Kenangan Kisah Hidup Perempuan Belanda, Selamat Tinggal Indonesia yang diterbitkan Pustaka Utan Kayu pada 2002 Jitske menulis hal hal yang sederhana bisa menjadi lebih rumit dan politis pada keluarga mereka. Bahkan Al Quran dan Kamus Bahasa Jerman yang bertengger di rak buku sudah bertuliskan: telah disensor ass intel/ops/inrehab-Buru.
Jitske Mulder bersama Ken Prahari, mengalami hidup yang sulit selama masa pemerintahan Orde Baru (Sumber Foto: Buku Selamat Tinggal Indonesia, Pustaka Utan Kayu)
Suatu kali misalnya Jistke meminjamkan tasnya pada kerabat yang akan pergi ke Polandia. Sebagai negeri yang pernah menganut komunisme sebagai bagian dari Eropa Timur adalah wajar jika souvenirnya berbau kekiri-kirian.
Load more