Jakarta - Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) menyatakan bahwa Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat.
Selain itu, Majelis hakim MK memberi kesempatan kepada pembentuk undang-undang untuk memperbaiki Undang-Undang Cipta Kerja selama 2 tahun berdasarkan tata cara pembentukan undang-undang yang memenuhi cara dan metode yang pasti, baku, dan standar di dalam membentuk undang-undang.
"Apabila dalam waktu dua tahun, UU 11/2020 tidak dilakukan perbaikan, Mahkamah menyatakan terhadap UU 11/2020 berakibat hukum menjadi inkonstitusional secara permanen," kata Ketua MK Anwar Usman saat membacakan amar putusan yang disiarkan secara langsung di kanal YouTube Mahkamah Konstitusi RI dan dipantau dari Jakarta, Kamis (25/11/2021).
Selain itu, MK juga menyatakan untuk menangguhkan segala tindakan atau kebijakan yang bersifat strategis dan berdampak luas, serta tidak dibenarkan pula untuk menerbitkan peraturan pelaksana baru yang berkaitan dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 245, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6573).
Dalam pertimbangan, Majelis Hakim MK juga menegaskan bahwa obesitas regulasi dan tumpang-tindih antar-UU tidak boleh menjadi alasan untuk mengesampingkan tata cara atau pedoman baku yang berlaku untuk menyusun undang-undang.
"Mahkamah dapat memahami persoalan obesitas regulasi dan tumpang tindih antar-UU yang menjadi alasan pemerintah menggunakan metode omnibus law yang bertujuan untuk mengakselerasi investasi dan memperluas lapangan kerja di Indonesia," ucap Hakim Konstitusi Suhartoyo saat membacakan pertimbangan hukum.
Meski demikian, kata dia, bukan berarti demi mencapai tujuan tersebut lantas dapat mengesampingkan tata cara atau pedoman baku yang berlaku. "Karena tujuan dan cara, pada prinsipnya tidak dapat dipisahkan dalam meneguhkan prinsip negara hukum demokratis yang konstitusional," kata Suhartoyo. (ant/ito)
Load more