Pada Kamis (6/7/2023) lalu, Asep N. Mulyana selaku Direktur Jenderal Peraturan Perundang-undangan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia menjelaskan mengenai pembentukan UU Cipta Kerja telah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Serangkaian agenda telah dilakukan, yakni pembentukan panitia antarkementerian untuk menetapkan Perppu menjadi undang-undang; pada 5 Januari 2023 dilakukan penyampaian RUU penetapan Perppu hasil harmonisasi; 9 Januari 2023 dilakukan penunjukan wakil pemerintah dalam pembahasan RUU penetapan Perppu di DPR dan penyampaian RUU Perppu pada DPR.
Hingga akhirnya pada 27 Maret 2023 dilakukan persetujuan DPR atas penetapan Perppu serta pada 31 Maret 2023 dilakukan pengesahan oleh presiden dan pengundangan oleh Menteri Sekretaris Negara menjadi undang-undang.
Kemudian menurut Ahli Hukum Tata Negara dari Universitas Gadjah Mada Zainal Arifin Mochtar, UU Cipta Kerja tidak memenuhi hal unsur mendesak dan darurat, maka UU tersebut merupakan produk hukum yang melanggar.
Sementara itu, Bivitri Susanti selaku Dosen Sekolah Tinggi Hukum Indonesia Jentera menyebutkan fenomena autocratic legalism terjadi pada proses pengesahan UU Cipta Kerja yang diujikan pada perkara ini.
Keduanya menjadi ahli pemohon perkara nomor 40/PUU-XXI/2023 pada Rabu (26/7/2023) lalu.
Aan Eko Widiarto, Ahli Hukum Tata Negara dan Dekan Fakultas Hukum Universitas Brawijaya sebagai ahli pemohon perkara nomor 46/PUU-XXI/2023 menyebutkan salah satu kesalahan UU 11/2020 adalah bertentangan dengan asas keterbukaan sehingga pembentukannya harus melibatkan partisipasi masyarakat yang lebih bermakna.
Load more