Jakarta, tvOnenews.com - Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) Daniel Yusmic mengatakan alasan menolak permohonan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Cipta Kerja (Perppu Ciptaker) karena dinilai tidak beralasan.
"Hal ihwal kegentingan yang memaksa sesuai dengan parameter yang telah ditentukan dalam pertimbangan Putusan MK Nomor 138/PUU-VII/2009 adalah tidak beralasan menurut hukum," jelasnya saat sidang pleno berlangsung di Gedung MK, Jakarta Pusat, Senin (2/10/2023).
Sementara itu, Hakim MK Guntur M. Hamzah menyatakan terbentuknya Perppu Ciptaker ini karena dampak perang Rusia-Ukraina yang berpengaruh terhadap perekonomian. Terlebih Indonesia baru saja menghadapi pandemi Covid-19.
"Fungsi pengawasan oleh DPR dan menempuh rangkaian pembentukan UU di DPR dan akhirnya mendapatkan persetujuan UU 6/2023. Maka penetapan Perppu 2/2022 merupakan kebijakan hukum presiden yang sesuai dengan konstitusi," ungkap dia.
"Dengan demikian, menurut mahkamah, dalil Perppu melanggar Putusan MK Nomor 91/PUU-XVIII/2020 yang memerintahkan pembentuk UU untuk memperbaiki kembali prosedural formal pembentukan UU 11/2020 bukan dengan menerbitkan Perppu adalah tidak beralasan menurut hukum," tandas dia.
Sebelumnya, Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Anwar Usman menyatakan menolak permohonan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Cipta Kerja (Perppu Ciptaker) dalam sidang pleno, Senin (2/10/2023).
“Menolak permohonan para pemohon untuk seluruhnya,” kata Anwar di Gedung MK, Jakarta Pusat.
Ini alasan MK tolak permohonan buruh copot Perppu Ciptaker, dinilai tak beralasan. Dok: tvOne
Kendati demikian, dalam putusan ini terdapat pendapat berbeda dari empat orang hakim konstitusi antara lain Hakim Konstitusi Wahiduddin Adams, Hakim Konstitusi Saldi Isra, Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih dan Hakim Konstitusi Suhartoyo.
Ada pun berdasarkan penilaian atas fakta dan hukum sebagaimana diuraikan selama masa persidangan, hakim menyimpulkan beberapa hal.
“Mahkamah berwenang mengadili permohonan a quo. Permohonan para pemohon diajukan masih dalam tenggang waktu pengajuan permohonan formil,” jelasnya.
“Para pemohon memiliki kedudukan hukum untuk mengajukan permohonan a quo dan pokok permohonan para pemohon tidak beralasan menurut hukum untuk seluruhnya,” tandas dia.
Sebelumnya, Mahkamah Konstitusi (MK) akan menggelar sidang pengucapan putusan pengujian lima perkara pengujian formil Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja menjadi Undang-Undang terhadap UUD 1945 pada Senin (2/10/2023).
Sebanyak lima perkara tersebut terdiri dari 40,41,46,50,54/PUU-XXI/2023 yang diajukan berbagai aliansi serikat atau federasi pekerja. (agr/nsi)
Dapatkan berita menarik lainnya dari tvOnenews.com di Google News.
Load more