Jakarta, tvOnenews.com - Sidang perkara sengketa lahan antara ahli waris Achmad Benny Mutiara dan kawan-kawan melawan Pemprov DKI Jakarta (Dinas Pertamanan & Kehutanan Kota), PT Tamara Green Garden (pengembang) serta Badan Pertanahan Nasional (BPN) Jakarta Barat akan memasuki akhir persidangan yang panjang.
Namun, yang menarik dalam gugatan tersebut adalah pihak Badan Pertanahan Nasional di penghujung persidangan gugatan ini baru mengeluarkan “bukti” yang diduga tidak sesuai dengan yang asli.
Kuasa hukum pihak ahli waris (Penggugat Achmad Benny Mutiara dan kawan-kawan) Madsanih Monang menyebutkan bukti-bukti yang disodorkan pihak BPN diantaranya surat Pelepasan Hak atas Tanah nomor 2 tahun April 1984 dari pemilik pertama yang bernama Satim bin Mian kepada Royanto Kurniawan sebagai Direktur PT Tamara Green Garden.
"Padahal di tahun 1981 Satim bin Mian telah melakukan penjualan kepada Teppy dengan akte jual beli bernomor 987/12/JB/1981," ujarnya kepada wartawan di Jakarta dikutip pada Kamis (5/10/2023).
Drama sengketa pembelian lahan oleh Pemprov DKI Jakarta di Kalideres, BPN diduga beri bukti palsu. Dok: Abdul Gani Siregar-tvOne
Madsanih menambahkan bukti lain menyebutkan bahwa ada bukti dari pihak BPN Jakarta Barat yang membingungkan, yaitu adanya surat pernyataan bermaterai yang ditandatangani Letty Latifah tertanggal 18 Maret 1986 disaksikan dan diketahui Lurah Pegadungan dengan nomor 109/1.711.oi/86 dan nomor 109/1.711.i/86.
Ternyata tidak diakui sendiri oleh mantan Lurah Pegadungan Kalideres, Jakarta Barat yang saat itu menjabat bernama H. A. Suhaemi Gaos.
"Berdasarkan keterangan beliau memang tidak pernah melihat atau menyaksikan surat pernyataan tersebut. Dan anehnya hingga hari ini, data yang ada di Kelurahan Pegadungan Jakarta Barat, pada letter C adalah atas nama Teppy dengan nomor surat keterangan 151/1.711.1," jelasnya.
Atas kejadian ini, Madsanih mendesak semua pihak terutama aparat penegak hukum untuk sigap melihat fenomena kasus pertanahan yang terjadi di wilayah Kalideres, Jakarta Barat diindikasi adanya dugaan keterlibatan mafia tanah.
Sehingga, sertifikat HGB nomor 16007 dan 16008 bisa diterbitkan oleh pihak BPN Jakarta Barat meski data yuridis tidak sesuai.
"Karena salah satu syarat membuat sertifikat itu harus adanya keterangan dari pihak kelurahan atau PM 1. Dan bukan surat pernyataan seseorang. Ini sangat aneh dan janggal bisa terbitnya sertifikat SHGB nomor 16007 dan 16008 yang akhirnya dimiliki oleh Pemprov DKI dan berubah menjadi sertifikat Hak Pakai," ungkap Madsanih.
Dengan adanya temuan ini, ada indikasi pidana dan dugaan permainan mafia tanah yang melibatkan beberapa oknum institusi pemerintah.
"Dan ini momentum kita untuk lakukan gugatan pidana agar semua oknum yang terlibat bisa dipenjara dan uang APBD bisa diselamatkan. Karena pembelian lahan yang sekarang menjadi Taman Kumbang Sereh ini berasal dari APBD tahun 2017," ujarnya.
Selain itu, tambah Madsanih, dengan adanya peningkatan gugatan pidana terhadap oknum Pemprov DKI yang diduga terlibat dalam kasus pembelian lahan milik Pemprov DKI di Pegadungan Kalideres, Jakarta Barat ini sebagai bentuk dukungan pihaknya atas adanya penandatanganan pakta integritas antara KPK, DPRD dan Pemprov DKI beberapa waktu lalu.
Sementara itu, pihak BPN Jakarta Barat yang diwakili Sutanto saat diminta tanggapannya terkait masalah diatas enggan menjawab dan pergi meninggalkan wartawan.
Seperti diketahui, dugaan pembelian lahan milik Pemprov DKI oleh Dinas Pertamanan dan Hutan Kota DKI Jakarta seluas 6.312 meter persegi senilai Rp54.573.800.000 merupakan fasos/fasum yang diserahkan Puri Gardenia II kepada Pemprov DKI.
Padahal lahan fasos/fasum tersebut seharusnya diserahkan kepada Pemprov DKI secara gratis.
Adapun nilai proyek pengadaan Ruang Terbuka Hijau (RTH) tahun 2018 Dinas Kehutanan DKI Jakarta kala itu sebesar Rp131.182.150.000. (agr)
Dapatkan berita menarik lainnya dari tvOnenews.com di Google News.
Load more