Jakarta, tvOnenews.com-Kasus dugaan pemerasan oleh Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memasuki babak baru. Hasil gelar perkara yang dilakukan penyidik Polda Metro Jaya menyatakan menaikkan status hukum laporan pemerasan terhadap SYL dari penyelidikan menjadi penyidikan. Dari penerapan pasal pasal yang akan disangkakan pada Pimpinan KPK ternyata diduga tidak hanya kasus memeras eks Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo (SYL), tetapi juga diduga menerima gratifikasi dan suap.
Penggunaan pasal ini diketahui berdasarkan gelar perkara yang dilakukan oleh penyidik PMJ pada 6 Oktober 2023 lalu.
"Direkomendasikan untuk dinaikkan status penyelidikan ke tahap penyidikan," kata Dirreskrimsus Polda Metro Jaya, Kombes Ade Safri Simanjuntak, kepada wartawan, Sabtu (7/10).
Tiga pasal yang dijeratkan yakni Pasal 12 huruf e tentang pemerasan dalam jabatan, atau Pasal 12 huruf B tentang gratifikasi, atau Pasal 11 tentang suap dalam UU Tipikor juncto Pasal 65 KUHP.
Berikut bunyi pasal-pasal tersebut:
Pasal 12 huruf e: Pegawai negeri atau penyelenggara negara yang dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, atau dengan menyalahgunakan kekuasaannya memaksa seseorang memberikan sesuatu, membayar, atau menerima pembayaran dengan potongan, atau untuk mengerjakan sesuatu bagi dirinya sendiri;
Pasal 12 huruf B: (1) Setiap gratifikasi kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dianggap pemberian suap, apabila berhubungan dengan jabatannya dan yang berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya, dengan ketentuan sebagai berikut:
a. yang nilainya Rp 10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah) atau lebih, pembuktian bahwa gratifikasi tersebut bukan merupakan suap dilakukan oleh penerima gratifikasi;
b. yang nilainya kurang dari Rp 10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah), pembuktian bahwa gratifikasi tersebut suap dilakukan oleh penuntut umum.
Pasal 11: Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun dan atau pidana denda paling sedikit Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp 250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah) pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah atau janji padahal diketahui atau patut diduga, bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan karena kekuasaan atau kewenangan yang berhubungan dengan jabatannya, atau yang menurut pikiran orang yang memberikan hadiah atau janji tersebut ada hubungan dengan jabatannya.
Diketahui SYL saat ini sudah berstatus sebagai tersangka KPK. Sejalan dengan itu, mencuat isu SYL menjadi korban pemerasan pimpinan KPK. Pimpinan KPK yang dimaksud, berdasarkan dokumen yang beredar di kalangan wartawan, diduga adalah Firli Bahuri yang merupakan Ketua KPK.
Dalam dokumen yang berisi pengakuan seseorang soal dugaan pemerasan oleh Firli itu, turut disebutkan adanya aliran uang. Dalam dokumen, terdapat informasi soal pertemuan Firli dan SYL di sebuah GOR badminton pada Desember 2022.
Firli Bahuri membantah pernah memeras Syahrul. Menurut Firli, ia rutin berolahraga tersebut. Namun, ia kembali membantah terima uang lewat ajudannya saat main bulu tangkis itu.
"Memang saya sering melakukan olahraga bulu tangkis. Setidaknya itu dua kali dalam seminggu dan tempat itu adalah tempat terbuka. Jadi saya kira tidak akan pernah hal-hal orang bertemu dengan saya atau apalagi kalau seandainya ada isu bahwa menerima sesuatu sejumlah satu miliar dolar, itu saya baca, ya, saya pastikan itu tidak ada," ujar Firli.
Presiden Joko Widodo (Jokowi) bersikap terhadap desakan untuk menonaktifkan Ketua KPK Firli Bahuri yang terseret kasus dugaan pemerasan kepada Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo.
Jokowi mengaku belum mengetahui permasalahan yang menyeret Firli dan Syahrul tersebut secara detail. Ia masih menunggu informasi tambahan soal kasus tersebut.
Sementara Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo menyebut akan mengecek perkembangan penyidikan di jajarannya sambil memperkuat tim penyidik dari Polda Metro Jaya dengan tim Mabes Polri. (bwo)
Load more