Jakarta, tvOnenews.com - Publik dihebohkan atas kasus penganiayaan yang dilakukan oleh Gregorius Ronald Tannur (GRT), anak Anggota DPR RI Fraksi PKB Edward Tannur terhadap kekasihnya, Dini Sera Afrianti (DSA).
Imbas perbuatan sadisnya, pihak kepolisian telah menetapkan Gregorius Ronald Tannur (GRT) menjadi tersangka.
“Maka kami telah menetapkan status GR dari saksi kami tingkatkan menjadi tersangka. Dengan sangkaan Pasal 351 ayat 3 dan atau Pasal 359 KUHP, ancaman maksimal 12 tahun penjara,” pungkas Kapolrestabes Surabaya.
Tersangka Gregorius Ronald Tannur.
Polisi mengatakan akan memeriksa kondisi mental maupun kejiwaan dari Ronald.
Sementara itu, Berdasarkan pemeriksaan oleh tim forensik RSUD DR Sutomo Surabaya yakni luka di dada korban yang diduga menjadi penyebab kematian.
Kronologi anak Anggota DPR aniaya pacar hingga tewas
Peristiwa ini bermula waktu korban DSA bersama GRT keluar untuk makan di daerah G-Walk, Surabaya, pada pukul 18.30 WIB. Kemudian, GRT dihubungi oleh temannya diajak ke tempat hiburan Blackhole KTV, Lenmarc Mall, Surabaya dengan mengajak DSA.
Kronologi ini disampaikan oleh AKP Ryo Pradana selaku Kanit Jatanras Polrestabes Surabaya saat diwawancarai di Apa Kabar Indonesia Pagi.
Lalu pukul 21.00 WIB, mereka berdua tiba di tempat hiburan karaoke dan langsung menuju di Room 7 Blackhole KTV. Di dalam ruang karaoke itu, pelaku, korban dan teman-temannya minum-minuman keras dan karaoke bersama.
Pada dini hari sekitar pukul 00.10 WIB, GRT dan DSA terlibat pertengkaran yang disaksikan oleh petugas security di Blackhole KTV tersebut.
Dalam pertengkaran itu, pelaku menendang kaki kanan korban hingga terjatuh dengan posisi duduk.
Setelahnya GRT memukul kepala korban sebanyak dua kali dengan menggunakan botol minuman merek Tequila.
Tak berhenti sampai disitu, pertengkaran mereka berlanjut di parkiran basement mall.
Keduanya turun ke parkiran menggunakan lift, dari lift itu korban keluar mendahului pelaku. Korban terus berjalan, kemudian berada di depan mobil Innova bernopol B 1744 VON milik pelaku sambil bermain handphone.
Setelah itu, DSA duduk bersandar di sisi pintu mobil sebelah kiri. Sementara Ronald masuk ke dalam mobil tersebut di bangku pengemudi.
"Pelaku meninggal korban dengan mengemudikan kendaraan tersebut, korban yang duduk di sebelah kiri mobil, pelaku kemudian langsung belok kanan dan menindas korban tersebut," ujar Kanit Jatanras Polrestabes Surabaya.
Hal itu membuat DSA terlindas sebagian tubuhnya oleh mobil yang dikendarai GRT dan terseret sekitar sejauh 5 meter hingga korban terkapar.
Korban yang tergeletak kemudian dihampiri oleh security di parkiran. Namun pelaku berpura-pura tidak tahu mengapa korban sampai tergeletak.
Menanggapi kasus tersebut, Psikolog Forensik, Reza Indragiri menilai pelaku melakukan perbuatan sadis tersebut dengan keadaan sadar.
Meski disebut-sebut dalam keadaan pengaruh alkohol.
"Eskalasi pelaku kekerasan dari tersangka mengindikasikan bahwa betapapun dia sudah menenggak minuman keras, tapi dia masih punya cukup kesadaran untuk mengendalikan perilakunya," ujarnya saat hadir sebagai narasumber di Apa Kabar Indonesia Pagi, dilansir youtube tvOnenews.
"Namun sayangnya bentuk pengendalian perilaku yang dia lakukan, bukanlah dengan menghentikan, atau menurunkan bobot kekerasannya, tapi justru melanjutkan bahkan meningkatkan bobot kekerasannya itu," terangnya.
Apakah itu bisa disebut sebagai kesadaran meski dibawah pengaruh minuman keras? saat ditanyakan oleh tim tvOne.
"Tentu saja, kalau ditanya,'Hei Anda mabuk tidak?' orang yang bermasalah dengan hukum tentu dia akan mencari alasan agar dia bisa diringankan hukumannya," tuturnya.
Menurut Reza Indragiri, betapa idealnya ketika waktu kejadian itu polisi langsung melakukan pemeriksaan darah.
Guna menakar apakah kondisi alkohol dalam darah sang tersangka, sudah sampai ambang yang menghilangkan kesadaran.
Adapun cara kedua untuk melepaskan argumentasi soal tersangka tidak sadar karena pengaruh minuman keras.
"Atau yang kedua dengan melakukan pemeriksaan terhadap rangkaian perilaku," tuturnya.
Lanjut Reza mengatakan kalau bisa juga dilakukan pengecekan CCTV untuk membuktikan gerak-gerik dalih tersangka dalam keadaan pengaruh minuman keras atau tidak.
"CCTV dicek seantero Surabaya, adakah tanda-tanda bahwa tersangka ini mengemudikan kendaraannya, sebagaimana orang mabuk, kalau tidak, sudah, tersingkir lagi klaim bahwa yang bersangkutan tidak cukup punya kesadaran," imbuhnya. (ind)
Load more