Lutim, Sulsel - Banyaknya pembalakan liar di kawasan hutan lindung di Luwu Timur, Sulawesi Selatan, diduga menjadi salah satu penyebab banjir dan keruhnya sungai Malili. Ilegal logging ini diklaim warga sudah dilaporkan ke Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) Larona, namun tidak ada tindakan tegas sampai hari ini.
Ahmad Rumpak, salah seorang warga, mengatakan dia sudah pernah laporkan perambahan hutan tersebut ke KPH, mellalui kepala UPT, Mandar.
"Dia janji mau tindak tegas, tidak pandang bulu, kami juga sudah kirimkan poto-poto dokumentasinya tapi tidak ada tindakan sampai hari ini. Makanya kami laporkan lagi ke Gakum," kata Ahmad Rumpak, Minggu (28/11/2021)
Ahmad mengaku kesal karena laporannya ke KPH tidak ditindaklanjuti. Dia kemudian bersama Babinsa dan beberapa warga lainnya, mendatangi lokasi perambahan hutan tersebut. Jaraknya, kata dia, kurang lebih 10 kilometer dari perkampungan. Setelah tiba di lokasi, tim kecil ini, kata Ahmad, mendapati alat berat eskavator yang tengah bekerja serta ratusan potongan kayu olahan siap jual.
Aktifitas perambahan hutan itu, langsung divideokan Ahmad, sebagai bukti adanya perambahan hutan. "Sangat parah kondisinya. Mereka gunakan alat berat untuk membuat jalan, kayu-kayu besar ditebang dijadikan kayu olahan berbagai ukuran. Di lokasi itu ada ratusan batang kayu siap angkut," kata Ahmad.
Perambahan hutan seperti ini kata Ahmad, sebenarnya sudah berlangsung lama. Namun lemahnya penegeakan hukum dari Gakum, KPH dan Polhut, menjadikan perambahan ini terus berlanjut.
Kepala UPT KPH Larona, Mandar mengatakan Ahmad mengklaim kawasan hutan lindung sebagai miliknya. Sehingga ngotot melaporkan ini sebagai perambahan hutan. Mandad juga menyebut, keruhnya air sungai Malili beberapa pekan ini, tidak bisa divonis karena dampak perambahan hutan.
Load more