tvOnenews.com - Dalam ingatan masyarakat di Sulawesi Selatan, sosok Kapten Westerling meninggalkan kenangan pilu yang sulit dilupakan.
Hal itu pula, yang membuat masyarakat Sulawesi Selatan setiap tahun pada 11 Desember, selalu memperingati momen kelam itu dengan tajuk Peringatan Hari Korban 40 Ribu Jiwa.
"Di tanah tempat kita berdiri ini, orang-orang tua kita, keluarga kita, rela mati untuk negara Indonesia. Hari ini pun kita harus siap mati untuk NKRI," kata Penjabat (Pj) Gubernur Sulawesi Selatan Bahtiar Baharuddin, saat memimpin Apel peringatan Hari Korban 40 Ribu Jiwa di Makassar, Senin (11/12/2023).
Bahtiar mengatakan peristiwa memilukan itu menjadi bukti bahwa orang Sulsel, yang terdiri dari Suku Bugis, Makassar, Mandar, dan Toraja, memiliki kesetiaan dan rela mati untuk kemerdekaan Bangsa Indonesia.
Foto: Kapten Westerling (Wikipedia)
Tentang sosok Raymond Pierre Paul Westerling, atau Kapten Westerling, masih tergambar jelas dalam ingatan Abdul Karim Amrullah (80), salah seorang warga Kampung Kalukuang, Makassar, Sulawesi Selatan.
"Datanglah beberapa tantara KNIL di rumah orang tua saya sekitar jam 3 subuh. Kami diteriaki oleh tantara Belanda yang sudah dicoreng wajahnya berwarna hitam." tutur Abdul Karim kepada tim tvOne Syamsul Maarif dan Idul Abdullah yang berkunjung ke rumahnya di Jalan Sunu, Makassar, Senin (14/8/2023) silam.
Dalam ingatan Abdul Karim, orang-orang di Kalukuang adalah para pejuang kemerdekaan. Salah satu pemimpinnya adalah Dg Talli. Para pejuang dari Kalukuang ini dicari oleh Westerling yang menyebut mereka sebagai kelompok ekstrimis.
"Mereka dibantai oleh KNIL. Mereka ditembaki hingga menjelang jam 12 siang. Westerling menggunakan mobil Jeep Willys yang tidak tertutup itu. Kami sudah kelaparan dan kehausan, anak-anak menangis dan berteriak. Pembantaian diistirahatkan" ujar Karim.
"Menjelang ashar penembakan akhirnya dihentikan. Sebelum gelap, para ibu dan anak-anak disuruh pulang. Kami menyusuri Jalan Datuk Ribandang, dan kami menyaksikan banyak warga tergeletak berlumuran darah, termasuk penjual arang dari Rappokalling dan penjual atap dari Nipah." kisah Abdul Karim.
Westerling dalam catatan sejarah, memimpin pasukan khusus Belanda Depot Speciale Troepen atau DST melakukan serangkaian pembantaian warga di Sulawesi Selatan, pada kurun waktu 11 Desember 1946 hingga 3 Maret 1947.
Pasukan Westerling tiba di Makassar, Sulawesi Selatan pada Kamis 5 Desember 1946. Pasukan dengan kekuatan 123 personel itu datang dengan membawa misi khusus untuk melakukan "penertiban keamanan".
Untuk meningkatkan efektivitas terornya di Sulawesi Selatan dan Sulawesi Barat, pembantaian pasukan Westerling didahului dengan kampanye perang urat saraf dan menyebarkan kisah tentang Westerling sebagai sesorang yang memiliki kekuatan magis.
"Disebarkanlah cerita bahwa sang Kapten punya ilmu kebal, juga punya ilmu yang memudahkannya mengetahui siapa yang ekstremis, siapa yang perampok, dan sebagainya." tulis Salim Said, dalam bukunya "Dari Gestapu ke Resformasi".
Foto: Pasukan khusus Belanda atau Depot Speciale Troepen (DST) pimpinan Westerling pada 1946. (Dok. Maarten Hidskes)
Westerling yang kelahiran Istanbul, Turki itu jadi bahan kampanye yang efektif di Sulawesi Selatan yang hampir semuanya penganut Islam yang taat.
"Jadi, ketika rakyat sudah dikumpulkan di lapangan terbuka, secara mental mereka sudah ketakutan." ungkap Salim Said.
Westerling sendiri membantah cerita-cerita tentang dirinya yang kebal dan punya ilmu gaib sehingga mudah tahu siapa ekstremis dan siapa perampok.
“Itu semua perang urat saraf saja,” kata Westerling sebagaimana yang Ia tuturkan kepada sejarawan Salim Said dalam sebuah wawancara pada 1970 di Amsterdam, Belanda.
Westerling juga disebut punya kemampuan menembak dengan pistol yang sangat baik. Hal ini tidak dibantah oleh Westerling.
“Di sebuah pasar malam musim panas tahun silam, keterampilan menembak saya ternyata masih prima. Semua sasaran saya tembak dengan tepat dalam tembakan pertama,” katanya dengan bangga.
Waktu di Sulawesi Selatan dulu tersiar cerita, Westerling selalu menggantungkan di pinggangnya dua pistol revolver sering memamerkan keterampilan menembaknya dengan menjadikan anak buahnya sebagai sasaran.
Baca Juga: Cerita-Cerita Pilu Tentang 12 Minggu Operasi Pembantaian Kapten Westerling di Sulawesi Selatan
Para anak buah itu konon diperintahkan merentangkan kedua lengan. Menurut cerita yang beredar, peluru dari dua pistol Westerling melesat di celah jari-jari anak buahnya tanpa mencederai seorangpun.
“Ah, itu dilebih-lebihkan,” katanya.
Diceritakan bahwa Westerling tahu mana anak buah yang akan nahas kalau ikut operasi, karena itu dilarang ikut, namun hal itu juga disangkal oleh Westerling.
Saat ditemui di awal musim panas 1970 di Amsterdam, Belanda, Kapten Westerling menjawab sejumlah pertanyaan yang diajukan jurnalis senior dan sejarawan Salim Said.
Salim Said dalam bukunya "Dari Gestapu ke Reformasi" menulis, Kapten Westerling tertawa ketika mendengar pertanyaan bahwa Ia telah membantai 40 ribu korban dalam operasi militer di Sulawesi Selatan.
“Tanyakan kepada Sarwo Edhie, Komandan Pasukan Khusus Indonesia, berapa banyak yang bisa dibunuh oleh pasukan khusus dalam waktu singkat,” kata Westerling, sebagaimana yang dituturkannya kepada Salim Said.
Foto: Pembantaian Pasukan Westerling di Alun-Alun Barru, Sulawesi Selatan (Dok.Maarten Hidskes)
Menurut Salim, dalam wawancara tersebut, Kapten Westerling hanya mengaku membunuh 463 orang. Apakah yang 463 korban itu semua dihabisi oleh tangan Westerling sendiri? Tidak juga.
Westerling memang tidak selalu hadir pada setiap momen pembantaian. Tetapi ia yang memerintahkan langsung pembunuhan itu.
“Dalam kemiliteran, kita hanya diperintahkan, tapi kitalah yang memutuskan bagaimana menjalankan perintah itu. Operasi-operasi itu berjalan sendiri-sendiri dan saya bertanggung jawab atas semua kejadian.” ungkap Westerling pada Salim Said.
Secara resmi korban penjagalan Westerling mencapai 40.000 jiwa. Tapi, usaha pelacakan yang dilakukan oleh Drs.Andi Makmur Makka, M.A. pada 1970 sulit menemukan jejak kematian lebih dari 3.000 jiwa.
"Sejarahwan Dr. Anhar Gonggong menyebut angka sekitar 10.000, Tapi, itu memang tidak semuanya korban Westerling.” tulis Salim Said. (buz)
Ikuti terus perkembangan berita terbaru lainnya melalui kanal YouTube tvOneNews:
Load more