Jakarta, tvOnenews.com - Seiring melejitnya calon wakil presiden nomor urut 1, Muhaimin Iskandar muncul kembali dugaan dua kasus korupsi yang menyeret namanya. Ini tentu bisa menjadi senjata bagi lawan-lawannya di Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024.
Muhaimin diduga terseret kasus korupsi sistem perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (TKI) di luar negeri dan pengucuran dana percepatan pembangunan infrastruktur daerah pada Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigarasi atau yang lebih dikenal kasus kardus durian.
Ketua Umum Jaringan Nasional Aktivis (Jarnas) 98, Sangap Surbakti menyatakan apabila Muhaimin keluar sebagai pemenang Pilpres 2024-2029 ini akan menjadi catatan buruk hukum di Indonesia. Sehingga, sudah sepatutnya Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menindaklanjuti kasus tersebut.
"Seandainya Muhaimin menang dalam Pilpres, tentu Indonesia darurat korupsi. Penegakan hukum yang dilakukan KPK pasti mandek. Karena pimpinan tertinggi sudah terindikasi korupsi maka anak buah di bawahnya santai saja kalau korupsi, kan begitu logika sederhananya," ujar Sangap melalui keterangan tertulis di Jakarta, Kamis (21/12/2023).
Oleh karena itu, KPK didesak untuk segera melanjutkan dua kasus dugaan tindak pidana korupsi yang menyeret mantan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi itu yang kini maju menjadi calon wakil presiden nomor urut 1 dengan mendampingi Anies Baswedan.
Sayangnya KPK dianggap hanya bergerak lamban menjalankan fungsinya dalam menindaklanjuti kasus korupsi yang menyeret nama Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) itu.
"Muhaimin beberapa kali disebut namanya oleh pelaku korupsi yang telah ditetapkan menjadi terdakwa oleh Pengadilan. Para terdakwa di beberapa kali menyebut nama Muhaimin di dalam persidangan. Ini sudah bisa menjadi fakta hukum dan KPK layak mengembangkannya,: tegas dia.
Dosen Fakultas Hukum Universitas Kristen Indonesia (UKI) itu menambahkan, pengusutan kembali kasus korupsi yang diduga melibatkan Muhaimin itu diyakini mampu mengembalikan marwah KPK yang saat ini telah berantakan akibat dua komisioner 2029-2023 berhenti di tengah jalan karena pelanggaran etik dan terlilit kasus pidana.
"Kalau KPK tidak mampu menuntaskan kasus yang diduga menyeret Muhaimin ini ke ranah pengadilan, semakin hancurlah marwah KPK yang sebelumnya telah hancur," tandasnya.
Perlu diketahui, ada sebanyak lima orang menteri di era pemerintahan Presiden Jokowi tercatat pernah terjerat kasus korupsi sejak 2014 sampai saat ini.
Lima menteri yang terjerat kasus korupsi itu memiliki kesamaan yakni memiliki latar belakang kader partai politik yang menjadi koalisi pemerintahan Jokowi pada dua periode ini.
Menteri Komunikasi dan Informatika Johnny G Plate yang juga sebagai kader dan Sekjen DPP NasDem telah dditetapkan sebagai tersangka kasus korupsi pembangunan menara BTS 4G dan infrastuktur pendukung BAKTI Kominfo.
Kemudian, eks Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora) Imam Nahrawi yang juga kader PKB. Dia ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus penyaluran Dana Hibah Komite Olahraga Nasional Indonesia atau KONI melalui Kemenpora Tahun Anggaran 2018.
Eks Menteri Sosial Idrus Marham merupakan kader Golkar. Idrus dijatuhkan vonis selama tiga tahun lantaran terbukti secara sah dan meyakinkan menerima hadiah senilai Rp 2,25 miliar pengusaha Johanes Budisutrisno Kotjo. Dia terbukti melakukan tindak pidana korupsi itu dalam kasus suap PLTU Riau 1.
Lalu di periode kedua masa jabatan kepresidenan Jokowi (2019-2024) terdapat eks Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo dan eks Menteri Sosial Juliari Batubara yang terjerat kasus korupsi.
Dia merupakan kader Partai Gerindra. Dia divonis lima tahun penjara dan denda Rp 400 juta subsidair enam bulan kurungan dalam kasus korupsi penetapan izin ekspor benih lobster (benur).
Eks Menteri Sosial Juliari Batubara yang terjerat kasus korupsi merupakan kader PDI Perjuangan. Juliari telah divonis 12 tahun penjara dan denda Rp 500 juta subsidair 6 bulan kurungan oleh majelis hakim pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta.
Dia dinilai bersalah melakukan korupsi, yakni menerima suap sebesar Rp 32,4 miliar dari para rekanan penyedia bantuan sosial (Bansos) Covid-19 di Kementerian Sosial.(lkf)
Load more