Jakarta, tvOnenews.com - Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Pandjaitan angkat suara terkait isu pemakzulan Presiden Joko Widodo (Jokowi). Luhut mengaku sedih dengan kabar tersebut.
"Apa sih yang mau dimakzulkan? Itu nggak ngerti saya, dan saya terus terang sedih juga kok sampai begitu ramai kita ngomong dan ada juga pejabat negara yang ikut-ikut pula berkomentar, itu kan nggak bener, apa sih," kata Luhut dalam video yang diunggah di akun Instagram pribadinya, Rabu (17/1/2024).
Luhut mengatakan proses pemakzulan presiden tidak bisa dilakukan untuk saat ini. Untuk itu, Luhut meminta isu pemakzulan Jokowi itu jangan dibikin ribut.
"Kalau pun dilakukan pemakzulan sekarang, apa iya prosesnya bisa dilakukan? Kan nggak bisa, faktornya kan banyak sekali. Jadi ngapain kita bikin keributan politik yang nggak perlu menurut saya," ucap Luhut.
"Jadi sudahlah. Sekarang tinggal nunggu tanggal 14 Februari nanti pilpres, ya sudah kita tunggu aja, coblos saja sesuai hati nurani kita masing-masing," imbuhnya.
Seperti diketahui, sejumlah tokoh yang tergabung dalam Petisi 100 mendatangi Menko Polhukam Mahfud Md untuk menyampaikan permintaan mengenai pemakzulan Presiden Joko Widodo (Jokowi). Mereka datang untuk mengusulkan pemakzulan Presiden Jokowi dari pemilu.
"Mereka minta pemakzulan Pak Jokowi, minta pemilu tanpa Pak Jokowi," kata Mahfud Md saat ditemui di kantor Kemenko Polhukam, Jl Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Selasa (9/1).
Sementara itu, Menko Polhukam sekaligus capres nomor urut 2, Mahfud MD menyatakan Presiden Joko Widodo tidak mungkin bisa dimakzulkan menjelang Pemilu 2024. Hal itu merespons desakan Petisi 100 Penegak Daulat Rakyat.
““Pemilu sudah kurang 30 hari, (pendakwaan) di tingkat DPR saja tidak bakal selesai untuk mencari sepertiga (anggota) DPR yang memakzulkan, belum lagi sidangnya (di Mahkamah Konstitusi)," kata Mahfud usai agenda 'Tabrak Prof', di Surabaya, Rabu (10/1/2024).
Mahfud menjelaskan ada lima syarat untuk memakzulkan presiden sebagaimana diatur dalam UUD 1945. Pertama, presiden terlibat korupsi, terlibat penyuapan, melakukan penganiayaan berat, atau kejahatan berat, misalnya membunuh,
Keempat, lanjut Mahfud melanggar ideologi negara. Terakhir, melanggar kepantasan atau melanggar etika.
Berkaca dari syarat tersebut, Mahfud mengingatkan pemakzulan presiden tidak mudah direalisasikan sebelum Pemilu.
Pasalnya, usulan tersebut harus masuk terlebih dulu ke lembaga legislatif dan membutuhkan proses sangat panjang.
“DPR yang menuduh itu, mendakwa, melakukan impeach. Impeach itu pendakwaan, harus dilakukan oleh minimal sepertiga anggota DPR, dari 575 anggota DPR. Dari sepertiga (anggota DPR) ini harus dua per tiga hadir dalam sidang. Dari dua per tiga yang hadir harus dua per tiga setuju untuk pemakzulan,” ujar Mahfud.
Mahfud menambahkan usulan tersebut juga harus kembali dilanjutkan pada proses sidang di Mahkamah Konstitusi (MK) jika syarat tersebut tercapai atau DPR menyetujui pemakzulan.
“Kalau DPR setuju, nanti dikirim ke MK. (Dicek) apakah putusan DPR ini benar bahwa presiden sudah melanggar, nanti MK sidang lagi lama. Padahal ini yang menggugat itu mintanya agar dimakzulkan sebelum pemilu,” ujarnya. (ebs)
Load more