"Lagi-lagi tindakan tersebut menunjukkan jaksa sudah bertindak di luar kewenangannya, demi hanya sekadar menggiring opini publik sehingga nama saya dan terdakwa lainnya sudah dicap buruk di masyarakat. Menjadi pertanyaan juga bagi saya, apakah jaksa sengaja mengeluarkan pernyataan tersebut dalam rangka menekan dan memaksa BPK agar menuruti kemauannya," kata Kresna yang membacakan pembelaan Heru itu pula.
Setelah menggiring opini publik terkait kerugian negara, tindakan "abuse of power" berikutnya yang dilakukan oleh jaksa adalah dengan melakukan penyitaan yang serampangan atas nama pemulihan kerugian negara yang bahkan belum selesai dihitung oleh BPK.
"Penyitaan secara serampangan dilakukan terhadap aset-aset pihak ketiga yang tidak ada kaitannya dengan perkara ini, bahkan mayoritas aset-aset tersebut sudah diperoleh oleh para pihak ketiga tersebut sebelum tempus perkara ini dan sebelum saya mengenal Asabri," kata Kresna.
Selain itu beberapa aset yang disita merupakan aset dari perusahaan publik atau anak perusahaannya dimana mayoritas pemegang sahamnnya adalah masyarakat.
"Bahkan tindakan penyitaan tersebut diikuti dengan pelelangan aset sitaan saat penyidikan dengan dalih pemeliharaan yang mahal dan menjaga nilai aset. Padahal dalam perkara-perkara lain, jaksa dapat menitipkan aset yang disita tanpa perlu melakukan lelang," ungkap Kresna.
Pelelangan tersebut tentunya telah merugikan para pemilik aset, apalagi apabila dalam putusan nantinya aset-aset tersebut dinyatakan tidak ada kaitannya dengan perkara ini.
"Tindakan 'abuse of power' tersebut jelas tidak hanya menzalimi saya saja, melainkan juga para pihak ketiga dan masyarakat umum," ujar Kresna lagi. (umm/ant)
Load more