Jakarta, tvOnenews.com - Saat debat cawapres kedua yang diselenggarakan KPU, di di JCC, Minggu (21/1/2024) lalu. Mahfud MD katakan rakyat telah dirugikan karena food estate program pemerintah merupakan progam gagal.
"Telah terjadi kerusaka di bumi karena tingkah manusia, di darat dan di laut. Ini ditunjukan Allah agar manusia sadar, bahwa mereka telah merusak alam di negaranya, yang dikuasai seharusnya oleh bangsanya," pungkas Mahfud MD dalam debat cawapres.
"Saudara, saya katakan ini tidak mudah tetapi ada dua, yakni komitmen dan keberanian. Pada 16 Juni 2011, sebagai ketua MK, saya sudah mengatakan apa-apa yang diperlukan untuk ini, saya membuat vonis di tanggal 16 juni, bahwa sumber daya alam itu untuk memihak rakyat, ukurannya ada empat," jelas Mahfud.
"Satu pemanfaatan, dua pemerataan, tiga partisipasi masyarakat, dan kemudian juga penghormatan hak-hak yang diwariskan secara luhur meluhur. Maka kmai punya program petani bangga bertani, di laut jaya, nelayan sejahtera. Jangan! misalnya seperti food estate, yang gagal dan merusak lingkungan, yang benar aja, rugi dong kita?" sambung Mahfud MD mengungkapkan kondisi Food Estate.
Lantas, apakah benar foos estate merupakan program gagal dan merusak lingkungan? Maka daritu, mari kita coba cek faktanya.
Seperti diketahui, food estate merupakan proyek mercusuar pemerintahan Presiden Joko Widodo atau Jokowi yang telah masuk ke dalam daftar program strategis nasional (PSN) 2020-2024.
Program itu diatur dalam Peraturan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian RI Nomor 9/2022.
Kemudian, tim tvOnenews mencoba menelusuri dari sejumlah literatur, bahwa food estate diartikan sebagai konsep pengembangan pangan yang dilakukan secara terintegrasi mencakup pertanian, perkebunan, bahkan peternakan di suatu kawasan.
Akan tetapi, Mahfud tak hanya menggaungkan proyek Food Estate ini gagal di dalam debat cawapres terakhir. Namun, ia juga pernah bilang di akun X miliknya, poryek ini merupakan proyek gagal dan merusak alam.
Seorang Dosen Fakultas Ilmu dan Bisnis Universitas Padjadjaran, Viktor Primana menyatakan, beberapa perkebunan pangan skala besar yang didirikan oleh pemerintah Indonesia di bawah program Food Estate telah ditinggalkan.
Investigasi lapangan pada tahun 2022 dan 2023 menemukan semak liar dan ekskavator yang ditinggalkan di lahan yang telah dibuka untuk singkong dan padi di provinsi Kalimantan Tengah.
Bahkan, para aktivis mengatakan kegagalan program ini sudah terlihat sejak awal, karena kurangnya penilaian dampak yang dilakukan sebelum memilih lokasi dan membuka hutan untuk tanaman yang tidak cocok dengan tanah.
Selain itu, dikatakan, bahwa program ini mencerminkan Mega Rice Project pada pertengahan tahun 1990-an, yang gagal meningkatkan hasil panen dan menyebabkan kerusakan luas pada lahan gambut kaya karbon.
Sementara dalam paparan pidato ilmiah pengukuhan guru besar dalam bidang Ilmu Ekonomi, Rabu (25/10/2023) di Universitas Airlangga, Muryani memaparkan food estate merupakan konsep pertanian berskala luas lebih dari 25 hektar yang berintegrasi dengan iptek, modal, serta organisasi dan manajemen modern.
“Melalui pengintegrasian pembangunan ketahanan pangan dan gizi, harapannya kebutuhan pangan secara nasional maupun perseorangan dapat terpenuhi,” ungkap Muryani seperti dikutip dari laman Universitas Airlangga, Selasa (23/1/2024).
Selain itu, Muryani beberkan, bahwa selain berpotensi mewujudkan ketahanan pangan, program food estate juga berpotensi merusak lahan di masa depan.
Hal itu lantaran program food estate membutuhkan pembukaan lahan hutan konservasi dan gambut secara besar besaran.
Kerusakan yang timbul ini berkaitan dengan fungsi lahan gambut sebagai pengatur tata air, penyerap karbon, dan penjaga keberlangsungan keanekaragaman hayati.
"Sehingga, pengalihfungsian lahan gambut tersebut bertolak belakang dengan komitmen pemerintah untuk mengurangi emisi gas rumah kaca pada tahun 2030 sebesar 41 persen dengan bantuan internasional," jelasnya.
“Kehadiran food estate memicu konsekuensi negatif cukup serius, mengingat ekosistem yang baru memusnahkan ekosistem yang lama,” sambungnya memaparkan data soal food estate.
Selanjutnya, dilansir dari laman Komite Percepatan Penyediaan Infrastruktur Prioritas (KPPIP), proyek-proyek food estate tersebar adanya di Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Timur, Maluku, dan Papua.
Sementara itu, Koordinator Stafsus Presiden Ari Dwipayana juga menanggapi pernyataan Mahfud MD tersebut.
Dia menuturkan proyek Food Estate harus dievaluasi karena ketentuan implementasinya.
"Iya (food estate) harus dievaluasi terus karena tentu implementasinya perlu ada beberapa hal yang sifatnya kompleks, perlu dilakukan penyempurnaan," kata Koordinator Stafsus Presiden Ari Dwipayana di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin (22/1/2024).
Bahkan, dia sebutkan, kebijakan food estate dibentuk untuk merespons situasi yang dihadapi Indonesia. Apalagi, jelas Ari, ancaman krisis pangan menghantui dunia usai pandemi COVID-19.
"Untuk merespons itu harus ada terobosan, yang skalanya tidak bisa skala kecil, tapi skala besar, dan itu kenapa kemudian bapak Presiden mendorong untuk merespons dampak pandemi, dan kemudian munculnya situasi krisis pangan dengan kebutuhan lumbung pangan," ungkap Ari.
"Tujuannya adalah menghasilkan produksi yang bisa memenuhi cadangan pangan pemerintah, sehingga kemampuan kita untuk mandiri dari sisi pangan itu bisa mencukupi, tidak perlu impor, tak perlu tergantung negara-negara lain, termasuk harganya cukup tinggi," sambungnya.
Maka, pemerintah mencoba membangun lumbung pangan. Namun, dalam pelaksanaannya, perlu evaluasi.
"Dalam implementasinya kan perlu evaluasi, perbaikan-perbaikan, penyempurnaan itu perlu berjalan, supaya apa yang jadi cita-cita tujuan kebijakan itu bisa berjalan," imbuhnya.
Selain Ari, Gibran juga pernah mengakui seperti yang dilansir dari halaman CNN Indonesia, bahwa program food estate memang ada yang gagal.
Namun, Gibran menyebutkan ada juga yang berhasil dan sudah sukses panen.
"Saya tegaskan sekali lagi, pak. Memang ada yang gagal, tapi ada yang berhasil juga yang sudah panen. Misalnya di Gunung Mas, Kalteng, itu sudah panen jagung, singkong," ujar Gibran.
Selain Gibran, Mentan Amran Sulaiman merespons pernyataan soal proyek lumbung pangan atau food estate yang tengah digencarkan kembali oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi), justru sudah berhasil dan sudah bisa dipanen.
Hal itu disampaikan Amran merespons pernyataan yang menyebutkan food estate sebagai proyek gagal.
Dia menegaskan, hasil dari berbagai proyek yang sedang dikerjakan di beberapa daerah telah berjalan baik dan sesuai target.
"Food estate ini bukan proyek instan, butuh proses. Kenyataannya kita memiliki 10 juta hektare yang sebelumnya tidak dimanfaatkan untuk lahan pertanian. Kami sekarang menggarap itu, butuh proses, butuh teknologi agar menjadi lahan produktif," katanya dalam keterangan resmi, Senin (22/1/2024).
Dia mencontohkan, proyek food estate di Humbang Hasundutan yang seluas 418,29 hektare (ha). Untuk Food Estate Temanggung dan Wonosobo seluas 907 ha telah berhasil panen komoditas hortikultura, dan Kalimantan Tengah berhasil melakukan intensifikasi dan ekstensifikasi lahan hingga mampu panen padi dengan produktifitas 5 ton/ha. Begitu pula di Sumba Tengah NTT dan kabupaten Keerom Papua yang telah mampu panen jagung seluas 500 ha.
"Food estate tersebut sudah berhasil panen. Food estate Gunung Mas juga sudah panen jagung seluas 10 hektare dan singkong seluas 3 hektare. Kita pantau terus lahan tersebut," pungkasnya.
Di sisi lain, dia menambahkan, sektor pertanian akan selalu menjadi bantalan ekonomi nasional dan mampu menekan inflasi.
"Sektor ini pernah mencatat mampu menurunkan inflasi hingga 1,26% pada tahun 2017, sehingga Badan Pangan Dunia (FAO) memberikan apresiasi, dan bahkan keberhasilan swasembada beras mendapatkan apresiasi yang sangat baik," imbuh Amran. (aag)
Load more