Ketegangan makin menjadi ketika keduanya sama-sama maju untuk merebutkan kursi anggota dewan.
Seperti halnya pertunjukan sebelumnya di Jakarta, Musuh Bebuyutan akan menampilkan setting kehidupan di sebuah perkampungan yang menggambarkan perseteruan-perseteruan di tingkat tapak yang diakibatkan oleh sebuah proses demokrasi.
“Setting ini menjadi pas untuk ditampilkan di Yogyakarta atau daerah-daerah lainnya, melihat semakin dekatnya kita dengan pesta demokrasi yang akan berlangsung sebulan lagi. Lakon ini merupakan cermin akan situasi yang nyata terjadi di kehidupan masyarakat. Hubungan bertetangga bisa menjadi runyam ketika para elit politik mulai saling serang di dalam kampanye-kampanyenya termasuk saat perdebatan di layar kaca," ungkap dia.
Kami mementaskan Musuh Bebuyutan ini untuk bisa merilekskan ketegangan yang terjadi dengan ciri khas Indonesia Kita selama ini yang dalam pementasannya penuh parodi, banyolan, dan celetukan-celetukan satir untuk menggugah tawa dan keakraban di antara penonton,” sambung Agus Noor.
Memboyong 'Musuh Bebuyutan' ke Yogyakarta, Butet Kartaredjasa berharap bisa membuat para pemain tampil total tanpa kekhawatiran seperti yang sempat dialami dalam pementasan di Jakarta.
“Indonesia Kita sudah mengalami pementasan yang melalui siklus pemilihan kepala negara selama beberapa putaran, dari sejak masa Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Namun baru pementasan kemarin itulah, kami harus melalui proses perizinan yang tidak biasa," imbuh Butet Kartaredjasa.
Dengan memboyong 'Musuh Bebuyutan' di Yogyakarta, kata Butet, seluruh tim Indonesia berharap tidak lagi mengalami prosedur berbelit yang seolah-olah menghambat ekspresi kebudayaan masyarakat.(rpi/lkf)
Load more