Jakarta, tvOnenews.com - Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), Bahlil Lahadalia mengakui kenaikan pajak hiburan 40-75 persen yang telah marak ditolak pengusaha akan mengganggu iklim investasi Indonesia.
“Belum saya lihat, tapi feeling saya akan berdampak kurang pas,” ungkapnya.
Bahlil mengaku sempat terkejut saat pertama kali mendengar kebijakan kenaikan pajak hiburan, padahal sudah jelas tertuang dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (UU HKDP) yang menyebutkan bahwa Pajak Barang dan Jasa Tertentu (PBJT) untuk jasa hiburan pada diskotek, karaoke, kelab malam, bar, dan mandi uap/spa ditetapkan paling rendah 40 persen dan paling tinggi adalah 74 persen.
Di sisi lain, pemerintah juga akan mengenakan pajak pada kelompok jasa kesenian dan hiburan walaupun hanya 10 persen dalam rangka pengadilan kegiatan tertentu.
Bahlil juga mengaku bahwa penerapan pajak kepada hiburan akan mengganggu minat investasi, ia meminta penundaan pada keputusan tersebut agar bisa dikaji lebih lanjut.
“Menurut saya yang dulu pernah merasakan fasilitas pajak hiburan, mahal juga. Nggak ada orang yang mau masuk kalau mahal begini,” tambahnya.
Karena mendapat kritik yang pedas dan dirasa sangat memberatkan dan banyak dikeluhkan oleh pengaku usaha, pemerintah memutuskan untuk segera menerbitkan surat edaran yang berisikan tentang insentif fiscal termasuk keringanan dalam penerapan pajak hiburan.
Namun, ada hal yang disampaikan langsung oleh Menetri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, (Menko Marves) Luhut Binsar Pandjaitan, yang menyebutkan bahwa penerapan pajak hiburan itu tidak memiliki urgensi untuk dikebut pelaksanaannya.
Menteri Koordinator Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan bahwa tarif pajak hiburan bisa diterapkan lebih diterapkan lebih rendah karena sejumlah ketentuan dalam Pasal-pasal UU HKPD memberi ruang akan pengurangan itu.
“Dapat kami sampaikan bahwa (pemerintah) daerah bisa memberlakukan pajak lebih rendah dari 40 atau 70 persen sesuai dengan daerah masing-masing,” ungkapnya.
Meski demikian, lanjut Bahlil, di satu sisi juga ia memahami bahwa dari kacamata Kementrian Keuangan, tentunya memiliki pandangan tersendiri terkait pencapaian target penerimaan pajak yang menjadi tugas mereka pada negara.(MG2/muu)
Load more