Jakarta, tvonenews.com - Pada satu kesempatan, Menteri BUMN Erick Thohir mengungkap jasa kakek Calon presiden (capres) Prabowo Subianto, Margono Djojohadikoesoemo terhadap BUMN.
"Bapak Menhan, Bapak Jenderal Prabowo Subianto, adalah keluarga besar BUMN juga. Kenapa? Beliau adalah cucu Bapak Margono Djojohadikoesoemo, pendiri Bank Nasional Indonesia. Bank BUMN yang sekarang nomor empat terbesar di Indonesia," ucap Erick beberapa waktu lalu.
Raden Mas Margono Djojohadikoesoemo, nama lengkapnya, lahir di Banyumas, Jawa Tengah pada 16 Mei 1894. RM Margono Djojohadikoesoemo adalah direktur utama pertama dari Bank Negara Indonesia.
Merujuk pada artikel yang ditulis Airin Rachmy Diani, berjudul "Monumen Lengkong: Saksi bisu Darah Pejuang Kemerdekaan", bulan Februari Tahun 2023, Margono Djojohadikoesoemo adalah orang tua dari begawan ekonomi Indonesia, Prof. Dr. Soemitro Djojohadikoesoemo.
Margono Djojohadikoesoemo juga ayah dari dua pemuda yang gugur dalam peristiwa Pertempuran Lengkong, yakni Kapten Anumerta Soebianto Djojohadikoesoemo dan Taruna Soejono Djojohadikoesoemo.
Margono Djojohadikoesoemo merupakan cucu buyut dari Raden Tumenggung Banyak Wide atau lebih dikenal dengan sebutan Panglima Banyak Wide, pengikut setia dari Pangeran Diponegoro, dan anak dari asisten Wedana Banyumas.
Margono Djojohadikoesoemo memiliki anak bernama Soemitro Djojohadikoesoemo yang juga merupakan ekonom Tanah Air sekaligus ayah dari Prabowo, lalu anak lainnya yaitu Soebianto Djojohadikoesoemo, Soejono Djojohadikoesoemo.
Merujuk data di buku bertajuk "Menjadi Indonesia, Volume 1", terbitan Kompas 2006, Margono Djojohadikoesoemo disebut bersekolah di Europeesche Lagere School (ELS) Banyumas, sebuah Sekolah Dasar pada zaman kolonial Belanda di Banyumas, mulai tahun 1900 hingga 1907.
Setelah lulus pada tahun 1907, Margono Djojohadikoesoemo melanjutkan pendidikannya di Opleiding School Voor Inlandsche Ambtenaren (OSVIA; sekolah pegawai negeri) di Magelang hingga tahun 1911.
Semasa hidupnya, Margono Djojohadikoesoemo pernah menjabat sebagai ketua Dewan Pertimbangan Agung Sementara (DPAS). Ini terjadi sehari setelah Soekarno dan Hatta menjadi Presiden dan Wapres.
Sebagai Ketua DPAS, Margono Djojohadikoesoemo mengusulkan supaya dibentuk sebuah Bank Sentral atau Bank Sirkulasi seperti yang dimaksud dalam UUD '45.
Soekarno-Hatta kemudian memberikan mandat kepada Margono Djojohadikoesoemo untuk membuat dan mengerjakan persiapan pembentukan Bank Sentral (Bank Sirkulasi) Negara Indonesia pada tanggal 16 September 1945.
Merujuk data pada artikel bertajuk "Upaya Membentuk Perbankan Nasional Peran Bank BNI Pada Tahun 1950an", karya Widigdo Sukarman, disebutkan bahwa pada tanggal 19 September 1945, sidang Dewan Menteri Republik Indonesia memutuskan untuk membentuk sebuah bank milik negara yang berfungsi sebagai "Bank Sirkulasi".
Akhirnya pada 15 Juli 1946, terbitlan Perppu nomor 2 tahun 1946 tentang pendirian Bank Negara Indonesia, dan penunjukan R.M. Margono Djojohadikusomo sebagai Direktur Utama Bank Negara Indonesia (BNI).
Adapun, berdasarkan catatan BNI, PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk. atau BNI didirikan pada tanggal 5 Juli 1946 dan menjadi bank pertama milik negara yang lahir setelah kemerdekaan Indonesia.
BNI sempat berfungsi sebagai bank sentral dan bank umum sebagaimana tertuang dalam Keputusan Presiden No. 2/1946 tanggal 5 Juli 1946, sebelum akhirnya beroperasi sebagai bank komersial sejak tahun 1955.
Sebulan setelah BNI hadir sebagai anak kandung bangsa, Wakil Presiden RI Mohammad Hatta meresmikan pembukaan kantor Bank Negara Indonesia di gedung De Javasche Bank, Yogyakarta, pada 17 Agustus 1946.
Saat itu, BNI dibentuk untuk mendukung kelancaran pemerintahan dalam bidang keuangan & perekonomian masyarakat mengikuti hijrahnya pemerintah Republik Indonesia ke Yogyakarta.
Saat itu, suasana dalam kondisi genting karena ada keinginan kembalinya Hindia Belanda menguasai kembali RI.
Sehingga tak heran, apabila melansir dari catatan buku Prabowo Subianto: Sang Pemersatu Bangsa (2023), di sana disebutkan bahwa sejak masih anak-anak Prabowo kerap menyaksikan kakek dan ayahnya berdebat soal ekonomi dunia termasuk bagaimana membangun Indonesia yang berbasis kerakyatan. (ito)
Load more