“Apalagi Menag dan publik tentunya tahu, bahwa KUA selain perpanjangan dari peradilan agama (Islam) juga merupakan institusi/kantor yang berada di bawah Ditjen Bimas Islam, yang memang tugasnya hanya mengurusi umat Islam saja," sambung Hidayat.
Wakil Ketua MPR ini menyebut usulan Menag itu bisa memberatkan KUA yang sebagian besar mengalami kekurangan sumber daya manusia (SDM) dan tidak punya kantor sendiri.
Usulan tersebut juga akan membuat prosedur pengurusan pernikahan menjadi lebih panjang bagi non-muslim. Pasalnya, ujung dari pencatatan nikah berada di Dinas Capil, yang nantinya terintegrasi dengan NIK dan KTP.
Hidayat juga khawatir usulan Menag itu akan menimbulkan beban psikologis dan ideologis bagi non-muslim. Sebab KUA identik dengan umat Islam.
"Di tengah fenomena banyaknya perzinahan dan kasus penyimpangan seksual lainnya, pemerintah harusnya memudahkan pernikahan sesuai UU Pernikahan, baik melalui peningkatan layanan, perampingan syarat administratif, pemenuhan hak KUA, dan sebagainya,” jelas dia.
Hidayat dan Fraksi PKS mendesak agar Menag lebih fokus memaksimalkan peran dari Bimas Islam, khususnya KUA. Sebab, masih banyak masalah yang belum selesai seperti kekurangan penghulu, kepemilikan kantor, hingga revitalisasi bangunan dan layanan.
Pihaknya juga mendesak Menag memaksimalkan peran dan fungsi penyuluh keagamaan, termasuk yang terkait dengan konsultasi pra nikah.
Load more