Jakarta, tvOnenews.com - Mantan Wakil Menteri Hukum dan HAM (Wamenkumham) Edward Omar Sharif Hiariej atau Eddy Hiariej menang praperadilan lawan KPK atas penetapan tersangka kasus dugaan suap dan gratifikasi di lingkungan Kemenkumham pada 7 Desember 2023 lalu.
Kini, giliran Direktur PT Citra Lampia Mandiri Helmut Hermawan yang ditetapkan sebagai tersangka penyuap eks Wamenkumham dimenangkan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel) dalam praperadilan melawan KPK.
Hakim Tunggal PN Jaksel Tumpanuli Marbun mengatakan tindakan KPK menetapkan Helmut sebagai tersangka saat baru mengeluarkan surat perintah penyidikan (sprindik) nomor Sprin.Dik/146/DIK.00/01/11/2023 tanggal 24 November 2023 bertentangan dengan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) dan Undang-Undang KPK itu sendiri.
“Karena penetapan tersangka adalah produk atau hasil dari proses penyidikan sedangkan terbitnya sprindik sebagai awal lahirnya wewang penyidik untuk melakukan penyidikan,” kata Tumpanuli, Selasa (27/2/2024).
“Jadi terbitnya sprindik sekaligus penetapan tersangka tersebut di samping tidak sah karena bertentangan dengan hukum acara pidana perbuatan tersebut berpotensi terjadinya penyalahgunaan wewenang,” sambungnya.
Adapun gugatan dengan nomor perkara 19/Pid. Prap/2024/PN.JKT.SEL dilayangkan lantaran Helmut tidak terima ditetapkan KPK sebagai tersangka suap terhadap mantan Wamenkumham Eddy Hiariej.
Hakim berpandangan KPK belum memiliki setidaknya dua alat bukti yang salah dalam menetapkan Helmut sebagai tersangka.
Terlebih komisi antirasuah ini menjadikan Helmut sebagai tersangka dilanjutkan dengan pencarian alat bukti.
“Menyatakan penetapan tersangka atas diri pemohon oleh termohon sebagaimana dimaksud Pasal 5 Ayat 1 huruf a atau Pasal 5 Ayat 1 huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 64 Ayat (1) KUHP adalah tidak sah dan tidak berdasar atas hukum oleh karenanya penetapan a quo tidak mempunyai hukum mengikat,” ujar hakim.
Dalam gugatannya, petinggi perusahaan tambang itu menilai KPK selaku termohon telah melanggar prosedur KUHAP dalam proses penyidikan.
Kubu Helmut menyatakan setidaknya ada tiga alasan permohonan praperadilan ini diajukan ke PN Jaksel.
Pertama, KPK disebut menetapkan Helmut sebagai tersangka tidak melalui proses penyidikan.
“Kenyataannya pemohon telah lebih dulu ditetapkan sebagai tersangka baru kemudian termohon mencari bukti-bukti dan melakukan penyitaan yang berhubungan dengan pemohon,” papar Kuasa Hukum Hermawan Resmen Kadafi dalam gugatannya.
Kedua, Helmut disebut tidak pernah diperiksa sebagai calon tersangka sebagaimana ketentuan dalam Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 21/PUU-XII/2014.
Selain itu, KPK disebut tidak memiliki dua alat bukti yang cukup untuk menetapkan Direktur PT CLM itu sebagai tersangka.
Menurut Resmen, seharusnya penyidik dapat menunjukan adanya suap dari Helmut kepada Eddy Hiariej sebagai Wamenkumham jika KPK memiliki bukti.
Baik itu bukti pemberian uang dari untuk kepentingan Helmut di Kemenkumham yang menjadi tugas dan kewenangan seorang wakil menteri maupun bukti meeting of main atau kesepakatan penyerahan uang untuk kepentingan hukum di Kemenkumham yang menjadi tugas dan tanggung jawab serta kewenangan Eddy Hiariej.
“Kami meyakini secara hukum dua bukti yang cukup sebagaimana ketentuan Pasal 184 KUHAP yang membuktikan pemohon melakukan suap kepada Edward Omar Sharif Hiariej sebagai Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia tidak pernah ada,” kata Resmen.
Diketahui, KPK telah menetapkan Eddy Hiariej dan Helmut sebagai tersangka kasus dugaan suap dan gratifikasi di lingkungan Kemenkumham pada 7 Desember 2023 lalu.
Tak terima menjadi tersangka, eks Wamenkumham itu lantas mengajukan gugatan praperadilan melawan KPK ke PN Jaksel.
Alhasil status tersangka Guru Besar Hukum Pidana UGM itu telah gugur setelah menang praperadilan di PN Jaksel pada 30 Januari 2024. (hmd/nsi)
Load more