Jakarta, tvOnenews.com - Kejadian dugaan penganiayaan yang mengakibatkan santri asal Banyuwangi meninggal terjadi di Pondok Pesantren PPTQ Al Hanifiyyah Kediri membuat miris masyarakat.
Kementerian Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) menegaskan pihaknya akan turut mengawal penanganan kasus kekerasan terhadap santri yang berujung meninggal dunia tersebut.
"Kami akan mengawal kasus ini hingga anak korban mendapatkan keadilan yang semestinya," kata Deputi Bidang Perlindungan Khusus Anak KemenPPPA Nahar saat dikonfirmasi di Jakarta, Kamis (29/2/2024).
Nahar mengemukakan bahwa KemenPPPA telah berkoordinasi dengan Dinas Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DP3AP2KB) Kota Kediri dan Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Kabupaten Banyuwangi dalam upaya pendampingan lanjutan.
Pendampingan tersebut dilakukan baik secara hukum maupun psikologis.
Pihaknya menyampaikan belasungkawa sedalam-dalamnya atas meninggalnya BBM (14) yang menjadi korban kekerasan fisik dan penganiayaan yang dilakukan para tersangka.
"Kami di jajaran KemenPPPA mengucapkan belasungkawa yang mendalam atas meninggalnya anak korban akibat kekerasan fisik atau penganiayaan yang dialaminya ketika sedang mengenyam pendidikan di pesantren," kata Nahar.
Menurut dia, kasus ini menjadi alarm keras bagi institusi/lembaga keagamaan berbentuk boarding school untuk lebih memberikan perlindungan kepada para santri mereka.
"Kami berharap tidak ada lagi anak yang menjadi korban akibat kekerasan yang terjadi di lingkungan satuan pendidikan, khususnya pondok pesantren," kata Nahar.
(Foto korban BBM dan Kapolresta Kediri Bramastyo Priyaji)
Sebelumnya, pihak Kepolisian Kediri menyatakan telah mengamankan empat tersangka yang diduga melakukan penganiayaan kepada korban santri asal Banyuwangi.
Empat tersangka merupakan senior korban saat menempuh pendidikan di pondok pesantren.
Salah satu tersangka yang diamankan oleh kepolisian bahkan adalah sepupu korban.
Para tersangka terdiri dari dua orang dewasa dan dua orang masih usia anak, yakni MN (18) asal Sidoarjo, MA (18) asal Kabupaten Nganjuk, AF (16) asal Denpasar Bali, dan AK (17) asal Surabaya.
Load more